Jumat, 04 Oktober 2024

[Tak Merubah] Derita Sang Pendaki Gunung


Sepanjang malam embun sangat menanti Sang Pagi, tetapi hangatnya malah menguapkannya
Dedaunan begitu mengharap belaian angin, tetapi angin justru menggugurkannya

Manusia begitu lekat dan bergantung penghidupannya pada tanah, namun tanah malah menguburnya 
Sang Pendaki ini begitu mencintaimu, namun engkau malah menyakitinya

Wahai Pendaki Gunung, cobalah meraih sedikit kesadaranmu seperti saat dirimu menggapai puncak-puncak itu
Ketahuilah.......
Yang menguapkan embun bukanlah pagi, tapi panasnya matahari
Pahamilah.......
Yang menggugurkan dedaunan bukanlah angin, tapi musim gugur

Yang menguburkan jasad manusia bukanlah tanah, tapi kematian
Yang menyakiti hatimu bukanlah cinta, tetapi diantaranya dan yang utama adalah karena egomu, ekspektasimu dan harapan yang merasuki hatimu

Wahai Sang Pendaki, sampai disini ambilah pelajaran bahwa situasi yang sama dapat diubah dengan keadaan yang berbeda
Caranya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan mengubah persepsimu
Coba telisik lagi ke dalam hidupmu
Jangan-jangan selama ini engkau menderita karena memang engkau memilih untuk menderita
Jangan-jangan selama ini engkau menderita karena engkau memilih masih memiliki luka, sehingga melihat segala sesuatu dengan kacamata penderitaan 

"Ya!", jawab Sang Pendaki Gunung
"Sengaja kusimpan dan kurawat luka ini", sahut Sang Penggapai Puncak Tertinggi menegaskan
"Selamanya keinginan memiliki akan selalu bersemayam dalam sanubari meski nyawa dan raga meregang, dipisahkan", seru Sang Pria Tersunyi Di Muka Bumi
"Dengan semua ini, kurasakan arti. Kudapatkan hikmah. Seperti para Nabi yang menerima wahyu. Seperti para Resi yang mendapatkan wisik. Dan seperti Begawan yang mendapatkan ilham. Serta para Dukun yang mendengar curian berita langit. Kuterima dengan lapang dada derita ini"!