Kamis, 05 Maret 2015

Pendakian Gunung Batur: Janji Menggapai Puncak Pertama untuk Si Juna (Setahun Dua Bulan)

Kuliah istri sedang memasuki masa liburan semester ganjil. Rencanya liburan kali ini akan dihabiskan dengan pulang kampung di Banyuwangi, Jawa Timur. Namun sebelum pulang kampung, kami memutuskan untuk melipir terlebih dahulu ke Bali.

Tiba di Bali pada Jumat petang (06/02/2015) kami bertiga dijemput keluarga Bali yang berdomisili di Canggu. Jumat malam kami manfaatkan untuk persiapan pendakian besok yang rencananya akan berangkat pada pukul 5 waktu Bali.

Sabtu (07/02/2015) pukul 3 pagi waktu Bali kami telah terbangun. Setelah persiapan selesai, tepat pukul 5 kami telah berada dalam perjalanan menuju Desa Batur, Kecamatan Kintamani. Setelah 2 jam perjalanan sampailah kami di Kintamani. Dikarenakan Driver-nya belum pernah mengantar orang ke titik lokasi pendakian maka kami pun bertanya pada orang yang kami temui di Kintamani. Dengan berbekal nama Pura Djati, akhirnya kami sampai di parkiran dan sekaligus loket perijinan pendakian Gunung Batur. Setelah sarapan dan berurusan dengan MCK, pukul 8 pagi kami memulai pendakian.

Sepanjang perjalanan kami temui kebun sayur, petaninya dan para turis serta guide-nya yang dalam perjalanan turun. Memang momen yang tepat untuk pendakian Gunung Batur adalah saat dinihari tepatnuya jam 3 atau jam 4 sehingga pas di atas dapat bertemu dengan view sunrise.

Setelah perjalanan 3,5 jam sampailah kami di warung dengan bangunan yang sangat kokoh karena berdinding semen. Disini view Gunung Batur tampak sempurna pesonanya. Sisi timur menghadirkan pemandangan Danau Batur. Sisi selatan menampakkan hitamnya batuan beku dari lelehan lahar dimana di tengahnya terdapat hijaunya pepohonan yang oleh Mamanya Juna dikomentari seperti pulau terapung di tengah laut hitam.

Mamanya Juna dan sepupunya ingin pendakian Gunung Batur hanya sampai disini. Lelah dan hari yang sudah siang menjadi alasannya. Namun, mengingat janji pada Juna bahwa pendakian kali ini harus menggapai puncak maka diputuskan Juna dan Papanya yang akan melanjutkan perjalanan ke puncak. Baru beberapa langkah, Juna menangis kencang karena tidak melihat Mamanya ikut. Mendengar Juna menangis maka Mamanya terlihat keluar dari warung dan memutuskan untuk ikut mendaki ke puncak.

Perjalanan ke puncak benar-benar mendebarkan. Jalur berpasir membuat langkah kaki menjadi berat. Kehati-hatian sangat diperlukan mengingat ada bayi yang digendong. Belum lagi ada kabut tebal dan hujan mulai turun. Beruntung, dengan semua keadaan ini Juna tidak terpengaruh. Bahkan sempat tertidur, kemudian bangun dan minum ASI. Juga sempat tersenyum pada kamera yang merekam langkah kaki di puncak Gunung Batur.
Setelah sejam lebih berjalan akhirnya tempat yang dituju terpijak juga. Alhamdulillah, Juna akhirnya mendapatkan puncak pertamnya setelah sebelumnya ‘hanya’ sampai di Kawah Idjen dan Kawah Ratu Gunung Salak. Setelah mengambil beberapa gambar dan video kami bertiga memutuskan turun. Gangguan monyet dalam jumlah puluhan menjadi penyebabnya. Mereka sempat mengambil biskuit Juna. Hujan yang turun tidak kami hiraukan menjadi teman dalam perjalanan turun ini.


Selasa, 03 Februari 2015

Gunung Dalam Al Qur’an

Al Qur’an menyebut gunung dengan dua perkataan bahasa Arab. Yang pertama kata jamak ‘jibal’ dan disebut sebanyak 33 kali, manakala kata tunggal ‘jabal’ disebut enam kali dan yang kedua kata ‘rawasi’ yang diulang sebanyak 10 kali. Begitu seringnya Al-qur’an menyebut gunung, mengisyaratkan betapa penting dan besarnya pengaruh gunung dan hikmah yang dikandungnya. Setidaknya ada beberapa hikmah yang tersirat dari sebuah gunung, diantaranya:
 
a. Karunia yang diberikan Allah SWT melalui gunung
1) Dan gunung-gunung sebagai pasak. (Q.S. An Naba' : 7)
2) Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S An Naml : 88)
3) … dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya. (Q.S. Al Anbiyaa' : 79)
 
b.      Bencana yang diberikan Allah SWT melalui gunung
1) Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, (Q.S. THaahaa : 105)
2) Dan gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang berterbangan), (Q.S Al Ma´aarij :9)
3) Apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan, (Q. S. Al Waaqi'ah : 4-6)

Berikut daftar Kota Volkano di Indonesia:
a. Dataran Dieng yang dihuni 1,5 juta jiwa lebih. Sumber ancaman: Kawasan pegunungan Dieng.
b. Ternate, berpenduduk 185 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Gamalama.
c. Bitung, Sulawesi Utara, berpenghuni 187 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Tangkoko
d. Kotamobagu, Sulawesi Utara, berpenduduk 107 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Ambang.
e. Cimahi, Jawa Barat, berpenghuni 500 ribu lebih orang. Sumber ancaman: Gunung Tangkuban Parahu.
f. Garut, Jawa Barat, penduduk 136 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Guntur, Papandayan, dan Galunggung.
g. Bogor, Jawa Barat, 950 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Gede, Salak.
h. Menado, Sulawesi Utara, 410 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Mahawu, Lokon-Empung.
i. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, 126 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Dempo.
j. Sukabumi, Jawa Barat, berpenduduk 281 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Gede, Salak.
k. Batu, Jawa Timur, berpenghuni 190 ribu lebih. Sumber ancaman: Gunung Arjuno-Welirang, Kelud.
l. Payakumbuh, Sumatera Barat, 116 ribu lebih orang. Sumber ancaman: Gunung Marapi.
m. Bukittinggi, Sumatera Barat, berpenduduk 111 ribu lebih orang. Sumber ancaman: Gunung Marapi dan Tandikat.
n. Boyolali, Jawa Tengah, hampir 60 ribu orang. Ancaman dari Gunung Merapi.
o. Bandung, Jawa Barat, lebih dari 2,3 juta penduduk. Ancaman dari Gunung Tangkuban Parahu.
p. Tasikmalaya, Jawa Barat, lebih dari 635 ribu penghuni. Ancaman dari Gunung Galunggung.
q. Cianjur, Jawa Barat, lebihd ari 140 ribu orang lebih. Ancaman dari Gunung Gede.
r. Magelang, Jawa Tengah, berpenduduk 118 ribu lebih. Sumber ancaman dari Gunung Sumbing dan Merapi.
s. Sleman, Yogyakarta, hampir 70 ribu penduduk. Sumber ancaman: Gunung Merapi.
t. Malang, Jawa Timur, dihuni 820 ribu lebih penduduk. Ancaman dari Gunung Arjuno-Welirang.
u. Blitar, Jawa Timur, penduduk 131 ribu orang lebih. Ancaman dari Gunung Kelud.
v. Lumajang, Jawa Timur, dihuni 95 ribu lebih penduduk. Ancaman dari Gunung Lamongan.
w. Purwokerto, Jawa Tengah, hampir 250 ribu penduduk. Ancaman dari Gunung Slamet.
x. Salatiga, Jawa tengah, lebih dari 170 ribu lebih orang. Ancaman dari gunung Merapi.
y. Klaten, jawa Tengah, penduduk 123 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Merapi.
z. Cirebon, Jawa Barat, dihuni hampir 300 ribu orang. Sumber ancaman: Gunung Ciremai.
aa. Probolinggo, Jawa Tengah, berpenduduk 217 ribu orang lebih. Sumber ancaman: Gunung Lamongan.
bb.  Yogyakarta, dihuni 388 ribu orang lebih. Sumber : Ancaman Gunung Merapi (kompas.com 2012/11/16)

artikel terkait

Minggu, 01 Februari 2015

7 Prinsip Dasar Leave No Trace

Pertama, Persiapan dan Perencanaan.
Kedua, Berkemah dan berjalan di tempat dan alur yang sudah umum digunakan.
Ketiga, Buang air pada tempat dan kondisi yang tepat.
Keempat, Jangan merusak bagian alam dan lingkungan yang kamu temui.
Kelima, Minimumkan dampak dari api unggun.
Keenam, Jaga kelestarian dan jangan mengganggu tanaman dan binatang liar.
Ketujuh, Saling menghargai sesama petualang alam bebas.
 
Dirangkum dari buku "Leave No Trace" karangan Annete McGivney.
 
PERENCANAAN DAN PERSIAPAN
· Pelajari regulasi dan hal-hal khusus untuk daerah yang akan dituju
· Persiapkan diri untuk menghadapi cuaca yang buruk, bahaya dan keadaan darurat
· Jadwalkan perjalananan Anda untuk menghindari musim ramai kunjungan
· Datanglah dalam grup yang kecil, Jika dalam grup besar pecahlah menjadi beberapa grup kecil
· Bungkus ulang logistik makanan Anda, buang kotak yang tidak penting sehingga bisa mengurangi sampah
 
PERJALANAN DAN CAMP DI PERMUKAAN TANAH YANG KERAS
· Permukaan tanah yang keras termasuk diantaranya adalah jalan setapak yang sudah jelas dan camp-sites atau tempat mendirikan tenda, batu, kerikil, dan rerumputan kering.
· Lindungi daerah alami dengan cara camping setidaknya tidak terlalu dekat dengan danau dan aliran air.
· Temukan  camp-sites  yang baik, bukannya dibuat. Mengubah lokasi camp sangat tidak disarankan terutama sekali didaerah yang populer.
· Konsentrasikan kegiatan pada jalan setapak dan camp-sites yang sudah ada.
· Selalulah berjalan ditengah jalan setapak meskipun basah dan berlumpur. Hindari mengijak rumput yang tumbuh dipinggir jalan setapak.
· Jagalah camp-sites Anda agar tidak melebar. Di daerah yang masih asli alamnya, fokuskan aktifitas pada daerah yang tidak ada vegetasi tumbuhannya.
· Biasakan mengembalikan areal camp seperti semula saat setelah menggunakannya.
· Hindari menggunakan lokasi dimana efek terhadap alam baru saja terjadi.
 
BUANGLAH LIMBAH DENGAN BENAR
· Bungkus saat masuk, bungkus saat keluar. Periksa camp-sites Anda dan area sekellingnya apakah ada sampah atau makanan sisa. Bungkus dan bawa keluar semua sampah, makanan sisa dan kotoran lainnya.
· Timbunlah kotoran manusia dalam lubang yang digali dengan kedalaman 6 hingga 8 inchi dan paling tidak 60 meter dari sumber air, camp-sites, dan jalan setapak. Timbun dan samarkan bekas timbunan lubang tersebut setelah selesai menggunakannya.
· Bungkus pulang kertas tissu toilet dan produk pemakaian pribadi lainnya.
· Untuk mandi atau mencuci piring, bawalah air berjarak 60 meter dari aliran air atau danau dan gunakan sesedikit mungkin sabun berbahan biodegradable.
· Buanglah air buangan mencuci piring dengan cara memencarkanya.
 
BIARKAN APA YANG ANDA TEMUKAN
· Peninggalan masa lalu: periksa saja, tapi jangan disentuh susunan artifak dari peninggalan budaya atau sejarah.
· Biarkan batu, tumbuh-tumbuhan dan objek alam lainnya sebagaimana saat menemukannya.
· Hindarkan membawa atau mengenalkan sesuatu (tumbuhan, binatang dan lainnya) yang bukan berasal atau bukan habitat dari daerah tersebut.
· Jangan membangun apapun, yang bersifat permanen dan hindarkan membuat parit, jika benar-benar diperlukan timbun kembali parit tersebut setelah digunakan.
 
HORMATI KEHIDUPAN LIAR
· Amati saja kehidupan liar dari jarak jauh. Jangan mengikuti atau mendekati mereka.
· Jangan pernah memberi makan binatang. Memberi makan binatang akan merusak kesehatan mereka, merubah kebiasan alaminya dan akan merusak rantai kehidupan mereka.
· Lindungi kehidupan liar dan makanan anda dengan cara menyimpannya dalam wadah, juga simpan sampah anda dalam wadah yang aman jauh dari gangguan mereka.
· Hindari kehidupan liar selama waktu yang sensitif bagi mereka seperti musim kawin, musim bersarang, dan membesarkan anak.
 
BERTOLERANSI KEPADA PENGUNJUNG LAINNYA
· Hormati pengunjung lainnya dan lindungi kualitas dari pengalaman mereka di alam bebas.
· Berlaku sopan, bertegur sapa dengan pengguna jalan setapak lainnya.
· Saat menuruni jalan setapak dan berpapasan dengan yang mendaki, dahulukan mereka dengan memberi jalan pada mereka.
· Buatlah camp anda terpisah dari jalan setapak dan pengujung lainnya.
Biarkan suara alam mengalir, Hindari mengeluarkan suara keras dan bunyi-bunyian lainnya.
 

 

Hipokrisi Kode Etik Berkegiatan di Alam Bebas pada Pendaki Lugu, Pendaki Teroris dan Pendaki Munafik

Mari kita mulai dengan memperhatikan 3 kode etik berkegiatan di alam bebas dibawah ini:

Kode Etik Pertama, JANGAN MENINGGALKAN APAPUN KECUALI JEJAK (Leave nothing but foot print)
Kode Etik Kedua, JANGAN MENGAMBIL APAPUN KECUALI GAMBAR (Take nothing but pictures)
Kode Etik Ketiga, JANGAN MEMBUNUH APAPUN KECUALI WAKTU (Kill nothing but time)

Bagi saya, Pendaki Gunung yang getol memahami dan menerapkan secara buta ketiga kode etik diatas, secara gamblang saya kelompokkan menjadi 3 tipe:

Pertama: Pendaki Lugu


Pendaki Gunung dalam kelompok ini biasanya meyakini dan memahami pendakian dengan modal patuh tanpa ilmu apalagi wawasan kritis. Sehingga tidak melihat ada masalah pada ketiga kode etik diatas. Secara psikologis, sudah terpasang menara bawel dalam dirinya: "Ini kan kode etik. Kesepakatan global. Jadi harus diikuti 100%. Dan saya wajib meyakininya tanpa keraguan sedikit pun". Tapi sikap dan ekspresi kepatuhan kelompok ini biasanya hanya introvert-defensif. Tidak menunjukkan aksi yang reaktif di medan sosial. Hanya diam secara fisik. Tapi begitu yakin dalam hati. Dan biasanya pendaki dalam tipologi ini taat menjalankan anjuran dan nasehat keliru dari seniornya. Anjuran dan ajakan untuk menghabiskan sisa hidupnya, sisa hartanya, sisa tenaganya dan sisa-sisa yang lain untuk membuat jejak, mengambil gambar dan menghabiskan waktu di Gunung. Menjadi tua dan kesepian karena habis di Gunung dan Belantara. Dan setelah itu merasa menjadi Pendaki Gunung paling suci mengalahkan para nabi, filsuf dan Begawan!

Kedua: Pendaki Teroris

Kelompok ini merupakan tipologi Pendaki gembar-gembor. Pendaki sorak-sorai. Pendaki yel-yel demonstran. Atau kasarnya, dalam istilah saya: Pendaki preman jalanan. Hubungan mereka dengan gunung dan belantara lebih bersifat afiliasi ideologi. Semangat GENG. Semangat komunitas. Semangat kelompok. Bukan semangat terhadap "nilai-nilai yang bersifat abstrak Universal."
Untuk melacak Pendaki Gunung kelompok ini sangat gampang. Biasanya mereka gemar menyatakan kalimat seperti ini:

"Ini kode etik kami, kalian tidak punya kode etik ya?".

"Jangan sekali-kali menghina kode etik kami".

"Pribadi saya boleh anda hina, tapi jangan coba-coba kode etik saya".

"Selagi Anda mengkritik kode etik kami, kami tidak akan tinggal diam".

Dan sejenisnya.

Singkatnya, mereka gemar menggunakan kata-kata oposisi binner sambil mengacungkan tinju (baik tinju mental maupun tinju yang sebenarnya): "Ini kami. Itu kalian. Jangan coba cari-cari perkara dengan kami!"

Dalam kesehariannya, baik secara penghayatan batin, maupun konsistensi praktek ritualitas pendakian, rata-rata mereka biasanya juga tidak taat alias sering kencing sembarang, buang sampah seenaknya, dan mengambil edelweiss sebanyak-banyaknya. Tapi giliran ada pihak yang mengkritik kode etik, maka jangan harap mereka akan bisa tenang. Termasuk jika ada yang mengkritik ketiga kode etik diatas. Mereka akan langsung geram. Mereka siap bertarung apa saja. Baik secara online maupun offline. Mulai dari perang mulut, sampai adu tinju sangat gampang meledak. Dalam tinjauan saya, tipologi kelompok inilah yang berbakat untuk dipompa menjadi Pendaki teroris.


Ketiga: Pendaki Munafik


Yang masuk kategori ini biasanya getol membela jika ada pihak yang mengkritik ketiga kode etik tersebut. Meskipun ditunjukkan bahwa sikap intoleransi Pendaki Gunung, aksi anarkisme-teror Pendaki Gunung di gelanggang sosial memang dipicu (salah satunya) oleh ketiga kode etik diatas, tapi mereka tetap menolak bahwa ketiga kode etik diatas tidak bersalah. Yang salah adalah orang lain yang keliru menafsirkannya. Mereka sibuk untuk menafsirkan ketiga kode etik diatas, meskipun sebenarnya kode etik itu tidak butuh penafsiran karena sudah tidak up to date. Karena teksnya jelas-jelas mukham, denotatif. Bukan mutasyabihat-konotatif.

Tapi mereka sibuk membela ketiga kode etik tersebut bahwa semua itu ada asbabun nuzulnya. Ada latar kenapa ketiga kode etik itu disepakati secara global. Dan dalil yang paling populer bagi mereka adalah, bahwa saat itu dan saat ini posisi alam sedang terancam. Singkatnya, mereka bersikukuh membangun apologi. Membangun pembelaan. Meskipun pembelaan itu hanya kreatifitas mereka dalam berargumentasi, atau lebih tepatnya rasionaliasasi.

Tapi karena nafsu untuk membela, maka mereka tetap memulung dalil apa saja agar ketiga kode etik diatas bisa diakui oleh pihak lain, bahwa itu memang warisan leluhur para petualang yang layak diyakini kebenarannya. Bukan sebuah proyeksi primitif masyarakat pendaki dengan "stempel Global."

Secara garis besar, bagi saya itulah 3 kelompok Pendaki Gunung bila menyangkut ketiga kode etik diatas. Dan perlu digarisbawahi, ini adalah pendapat saya pribadi. Bukan fatwa apalagi
sabda Nabi. Anda wajib untuk tidak percaya. Karena itu Anda boleh berbeda pendapat dengan saya.  Mengapa begitu? Karena dalam pengamatan saya banyak yang mengagung-agungkan dan mendengung-dengungkan ketiga kode etik tersebut tetapi tetap saja sepanjang perjalanan tangannya mematahkan dahan dan daun, memakan buah arbei setiap ketemu, memaki-maki tumbuhan Jelantang bila tersengat, membunuh semut dan satwa kecil lainnya meski tanpa sadar, melongsorkan jalur, merusak shelter, dan membawa pulang batu, benda-benda, bunga Edelweiss, Cantigi dan lain-lain. Dan mereka lantang mengatakan kami hanya meninggalkan jejak, mengambil gambar dan membunuh waktu. Tai kucinglah!

So, apa yang Anda pikirkan?

 

 


Mendaki Gunung Ibarat Perang


Judul ini mungkin dipahami agak lebay terutama bagi pendaki yang sejak pertama mendaki telah merasakan servis dari produk ultralight gear, EO (Event Organizer) Pendakian atau jalur-jalur pendakian yang telah mapan. Tetapi sebaliknya bagi pendaki yang mendaki dengan gear yang sangat berat karena berbahan ‘non ultralight’ sebagai contoh rangka ransel yang terbuat dari alumunium bekas pengangkut barang tentara yang kasar dan berat. Tidak ada keril yang ringan seperti sekarang. Belum ada trek yang jelas bagi pendaki. Tim pendakian harus memotong semak belukar untuk membuka jalur. Alat - alat keselamatan seperti kantung tidur (sleeping bag)webbing dan pakaian berlapis polar juga belum ditemukan. Malam hari menjadi saat menyiksa terutama bila tidak api unggun.

Belum ada GPS (global positioning system) yang memandu perjalanan. Parang berat ditangan untuk menebas belukar cukup banyak berkontribusi pada pengurangan energi. Belum lagi makanan atau logistik yang monoton yang belum sevariatif saat ini dengan kandungan yang komplit. Survival Kit dan P3K Kit masih belum terlalu familiar. Paling jungle survival knife yang cukup berat yang setia menemani.
Maka mendaki gunung ibarat perang. Perhitungan cermat harus dilakukan, agar kegiatan pendakian tak menjadi ajang bunuh diri.

Kamis, 22 Januari 2015

Raung tak Hanya Gagah, Namun Juga Menawan


Lafadz Pendakian Pendaki Rewel

Demi udara yang terus kuhirup
Demi risalah hati yang kucari
Kuyakinkan diri bahwa hanya pada gunung dan belantara tempat udara paling murni bersemayam dan segala definisi hidup terurai

Pendakian Solo

Ciri khas petualang adalah tidak pernah puas dengan petualangan yang pernah dijalani. Selalu mengupayakan variasi tantangan dalam setiap perjalanannya. Salah satu jalan yang ditempuh dari petualang gunung adalah melakukan pendakian Solo.

Mencapai puncak gunung manapun dianggap kurang penting dibanding dengan cara seseorang mencapainya, seorang pendaki akan merasa bangga jika berhasil melewati rute yang paling. Tidak ada pendaki yang lebih dikagumi selain pendaki solo yaitu pemimpi yang mendaki sendirian” – Jon Krakauer; In To Thin Air-

Apa sih pendakian Solo? Tentunya terminologi Solo sudah pernah didengar pada ranah lain seperti dunia musik yang mengenal penyanyi Solo sebagai penyanyi yang bernyanyi sendiri. Sama juga bagi pendaki Solo berarti seorang yang melakukan pendakian sendirian dan dengan peralatan sendiri.

Pendaki Solo adalah sebuah keberuntungan. Kenapa demikian, karena dengan ramainya lalu lintas jalur pendakian tentunya akan banyak pendaki lain yang ditemui dan bahkan bergabung dalam kelompok tersebut.

Banyak yang beranggapan bahwa orang - orang yang melakukan pendakian solo adalah mereka yang mempunyai tingkat keberanian super atau tidak punya rasa takut sama sekali. Padahal tidaklah demikian, dalam kisah pendakiannya Messner, Krakauer maupun Gary juga selalu dihantui perasaan takut. Hanya ketahanan dalam menghadapi siksaan rasa takutlah yang membuat mereka mampu melakukannya.

Setelah memahami definisi pendakian Solo, maka selanjutnya adalah bagaimana sukses menempuh pendakian Solo?

Dasarnya sama, menyiapkan fisik dan mental yang prima dan perlengkapan yang memadai. Kunci sukses selanjutnya adalah mampu menolong dirinya sendiri dari bahaya kejahatan, cidera, kelaparan, kedinginan, hipermia, ketakutan, tersesat, dan menolong diri dari kemalasan dan kehilangan motivasi pendakian. Kemalasan  dan demotivasi menjadi penghalang utama dari seorang pendaki Solo untuk berhasil dalam pendakian (menggapai puncak dan pulang selamat).

Sebelum berada di jalur pendakian alangkah baiknya untuk mempersiapkan data dengan baik. Sebelum mendaki cari literatur gunung yang dituju. Baca dan baca. Internet menyediakannya gratis. Itu sebabnya disarankan untuk selalu berbagi cerita pendakian karena akan bermanfaat bagi orang lain. Baca seolah besok mau ujian: turun bis dimana, ciri basecamp-nya apa, pos 1 bentuknya gimana, ketersediaan airnya dimana saja, jalur pendakian, dan apa saja KECUALI CERITA MISTISNYA! Bukan apa-apa, secara psikologis cerita-cerita demikian akan berdampak buruk pada semangat di jalan.

Sebelum berangkat jangan lupa berpamitan dan lapor ke basecamp dan rencana berapa lama pendakian dan kekuatan logistik yang mendukung lama pendakian agar petugas Basecamp bisa memantau dan memperkirakan ketahanan selama di pendakian. Sehingga bila ada keterlambatan turun petugas bisa memperkirakan kapan waktunya untuk melakukan pencarian (search).

Pastikan semua kelengkapan telah nangkring di dalam keril. Sangat direkomendasikan untuk membawa HP bahkan telepon satelit dan GPS sebagai jaminan tidak akan tersesat dan bila terjadi kondisi darurat bisa segera meminta pertolongan. Dan sebagai teman sepi adalah pemutar lagu untuk mendengarkan lagu-lagu favorit.

Saat memulai pendakian berdoalah, perbaiki niat dan rendah hatilah. Jauhi sifat sombong, menantang, dan meremehkan. Bahkan ketika selamat tiba di bawah semua keberhasilan itu tidak akan membuktikan apa-apa.
Gunung-gunung yang recommended untuk pendakian solo adalah Semeru, Lemongan, Raung, Merapi/Idjen, Arjuno, Welirang, Kembar 1, Kembar 2, Wilis, Buthak, Lawu, 3S/2M di jateng, Ungaran, Cireme, Gde-Pangrango, Papandayan, Cikuray, Guntur dan Salak.


Selasa, 20 Januari 2015

Rahasia Sukses Pendakian di Musim Basah

Dear Pembaca Blog Pendakirewel,

Umumnya dalam musim basah (wet season) Taman Nasional akan menutup sementara jalur pendakian. Sebagai contoh dari Januari ini hingga 3 bulan ke depan TN Gede-Pangrango, TN Bromo Tengger Semeru dan TN Rinjani telah menutup jalur pendakiannya. Hal ini dimaksudkan setidaknya untuk menghindari kecelakaan pendakian dan untuk memberi kesempatan pada alam me-recovery dirinya sendiri.

Namun, tidak semua jalur gunung ditutup dimasa musim basah. Kadang diperparah juga dengan adanya kenekatan pendaki karena pas memiliki waktu dan persiapan mencukupi untuk melakukan pendakian di musim basah. Di bawah ini akan Beta uraikan bagaimana rahasia sukses pendakian di musim basah.

·         Persiapan dasar: fisik, mental dan gear

Wajib hukumnya setiap pendakian yang dilakukan harus pada kondisi fisik dan mental bugar dan ditemani gear yang prima. Untuk itu diperlukan kegiatan pra pendakian yang berorientasi pada penguatan fisik dan mental. Bentuk latihan dalam intensitas ringan menuju sedang adalah berjalan dan berlari dengan memakai sepatu gunung yang dilakukan tidak hanya pada satu waktu. Artinya hari ini latihan jalan dan lari pada pagi hari. Di waktu berikutnya di lakukan pada siang hari dan selanjutnya pada malam hari. Siklusnya bebas. Terpenting semua waktu dilakukan. Hal ini akan berguna karena mendaki gunung sangat situasional. Artinya perjalanan tidak hanya dilakukan di pagi sampai sore hari. Sering pula perjalanan dilakukan pada kondisi gelap dan bahkan pada dini hari. Variasi latihan lainnya bisa dengan pembentukan/penguatan otot dengan melakukan angkat beban seperti angkat burble untuk menguatkan lengan dan kaki, panjat dinding dan push up harimau untuk menguatkan jemari dan berjalan dengan beban di pundak untuk menguatkan punggung. Nah, tidak kalah penting adalah mengumpulkan gear yang mendukung pendakian di musim basah seperti Sepatu (Waterproof/ Water Resistance), Gaiters, Keril, Ponco/raincoat, kantung plastik, cover bag, tenda/ tenda ber-vestibule (berteras), flysheet, matras, kanebo ataupun spons sebagai bahan penyerap air, tongkat pendakian (tracking poll), pakaian pengganti, wind breaker jacket, trash bag, korek anti air, termos, kaca mata badai, tissu, sarung tangan, penutup hidung dan silahkan ditambahkan bila ada yang terlewat.

·         Menghadapi Hujan

Banyak yang merekomendasikan berhenti bila dalam perjalanan turun hujan. Terutama mereka yang berbicara sedang dalam kondisi menikmati hangatnya Kota. Namun dalam kenyataannya saat pendakian seringkali situasi tidak memungkinkan untuk berhenti ketika perjalanan. Sebenarnya hujan sedikit banyak bisa diprediksi sehingga akan lebih baik sebelum deras ponco/raincoat dan bag cover telah dipasang. Jangan lupa gaiters. Sebagai catatan saat memasang perlengkapan menghadapi hujan adalah pastikan tempat sekeliling ketika berhenti, menurunkan keril dan memakai perlengkapan menghadapi hujan dalam kondisi safety.

Saat hujan perhatikan langkah dan jarak antar anggota kelompok pendakian. Jangan sampai terpisah. Tanda utamanya segera berhenti bila rekan di belakang tak terlihat dan mempercepat langkah dan teriak memanggil bila rekan di depan juga sudah tak terlihat. Selain itu kurangi kecepatan untuk menghindari bahaya terpeleset. Hindari pergerakan dengan berlari. Bila petir menyambar-nyambar dan posisi sekeliling tidak ada yang lebih tinggi berjalanlah agak merunduk atau segera memilih jalur yang lokasinya ada pepohonan atau bebatuan yang lebih tinggi tetapi jangan berada di bawahnya untuk menghindari sambaran petir. Penting juga untuk dipastikan semua perangkat elektronik dimatikan.

Selama perjalanan salinglah mengecek kondisi raincoat dan coverbag rekan pendakian untuk memastikan tidak ada air hujan yang membasahi badan atau tembus ke keril. Bila diprediksi hujan masih lama maka segera berhenti setelah menemukan tempat yang aman untuk mendirikan tenda. Maksimal kehujanan tidak lebih dari 3 jam untuk yang mengenakan perlengkapan dan tidak lebih dari sejam untuk yang tidak menggunakan perlengkapan alias basah kuyup sejak pertama kehujanan. Bagi mereka yang kebasahan karena tidak membawa raincoat atau ponco pastikan kepala ditutupi dengan slayer agar air hujan tidak jatuh langsung mengenai rambut/kulit kepala untuk menghindari rasa pusing dan pingsan tiba-tiba.

Bagi yang menguasai ilmu pernafasan dan tenaga dalam, selama berjalan upayakan untuk membangun/menjaga panas tubuh dengan mengatur tempo langkah dan pernafasan dengan irama tertentu. Upayakan pula untuk menyerap energi alam melalui permukaan tangan.

·         Menghadapi Badai

Deru angin dan suara melengking akibat kecepatannya menabrak tebing dan pepohonan serta lembah. Kalau dari Kalimati kita bisa melihat penampakan badai yang menghempaskan pasir di kaldera Puncak Semeru. Namun jangan ragu dan bimbang dengan situasi ini karena pendakian bisa tetap berlanjut. Menghadapi badai diawali dengan memasang perlengkapan anti badai dengan memakai jaket wind breaker, kacamata, penutup hidung dan mulut, sepatu, sarung tangan, tongkat dan lainnya. Setelah itu pastikan arah angin/badai. Usahakan diposisi yang sama dengan jurang/tebing dengan arah angin. Contoh badai dari timur dan jurang di arah barat jalur maka upayakan untuk berada di jalur sebelah timur karena bila terhempas badai tidak akan langsung jatuh ke jurang/tebing. Berjalan agak rendah. Tongkat akan sangat membantu teknik berjalan agak rendah. Berjalanlah menyamping dari arah badai agar mulut dan wajah tidak kering dan masuk angin. Maksimal perjalanan kena badai adalah 3 jam. Dan setiap berhenti usahakan benar-benar menemukan tempat perlindungan dan gunakan waktu istirahat tersebut untuk mengeluarkan angin yang masuk ke tubuh saat perjalanan untuk menjaga kondisi prima. Caranya dengan minum jahe hangat, mengolehkan minyak kayu putih dan bila menguasai pernafasan dan tenaga dalam bisa menggunakan teknik pernafasan.

Bada pasti berlalu. Artinya kita harus optimis dan tidak boleh takut. Kekuatan team work sangat dibutuhkan. Jangan gunakan teknik saling mengikat sesama rekan pendakian, tetapi berjalanlah dengan jarak rapat. Hindari teriakan bila terpisah karena suara yang terdengar tidak akan sama persisi dengan sumber suara karena terbawa angin. Tetapi gunakan media lain seperti cahaya, menggerakkan ranting, berhenti menunggu atau turun kembali ke bawah.

·         Menghadapi Kabut

Kabut menyebabkan jarak pandang terbatas. Kandungan airnya bisa menganggu pernafasan. Namun mendaki tanpa menemukan kabut agak hampa rasanya.

Kabut tebal alangkah baiknya tidak menyurutkan bahkan menghentikan pendakian. Ibarat teman, kabut merupakan salah satu teman setia para pendaki. Melewati jalur yang berkabut adalah keniscayaan. Oleh karenanya menghadapi kabut adalah keharusan. Pakai raincoat dan perlengkapan seperti saat menghadapi badai. Bedanya kaca mata hanyalah opsi. Teknik perjalannya juga tidak jauh berbeda yakni berjalan dengan jarak yang rapat dan terpenting upayakan udara masuk ke hidung telah ter-filter oleh slayer atau penutup hidung dan mulut lainnya.

Kabut sering dikaitkan dengan hal mistis seperti kehadiran danyang penunggu suatu tempat. Oleh karenanya hindari berkata jelek/kotor, kurangi bersendau-gurau agar konsentrasi dan fokus tetap terjaga. Jika mendaki sendiri dalam kondisi berkabut usahakan untuk mengingat kebesaran Tuhan dan bagi yang muslim disarankan untuk melafadzkan dzikir “yaa latifu yaa khabir”. Dan bila telah sampai di shelter usahakan segera mencari tempat perlidungan yang aman. Optimalkan momen saat kabut menipis untuk menentukan pilihan lokasi pemberhentian.

·         Menghadapi Embun atau ranting/rumput basah

Saat muncak di dinihari atau pagi hari banyak dijumpai embun atau sisa hujan yang menempel di daun, ranting dan dahan serta rerumputan. Bila tidak menggunakan gaiters dan raincoat maka tubuh akan kebasahan sama seperti terkena hujan. Jadi teknik untuk melewati embun atau air sisa hujan adalah dengan menghindari sumber bahaya (embun) dan memasang perlengkapan yang dibutuhkan.

·         Menghadapi Dingin

Rekayasa mindset dengan menerima dan menikmati dingin. Artinya dingin jangan dilawan langsung. Menghadapi dingin saat istirahat tentunya berbeda saat perjalanan. Saat istirahat tentunya berbekal sleeping bag dan matras maka dingin akan teratasi. Sedangkan diperjalanan tentunya harus memakai perlengkapan menghadapi dingin yakni jaket, sarung tangan, penutup kepala, penutup hidung dan mulut dan tentunya disarankan untuk membawa keril dalam perjalanan. Keril berfungsi penting untuk menghangatkan dan menjaga suhu tubuh ketika berjalan. Meski memberatkan tetapi beberapa kali keril menjadi penolong punggung dari dingin ketika menggapai puncak Semeru dan Rinjani, Arjuna dan lain-lain.

Hal lainnya untuk menghadapi dingin adalah menjaga pergerakan. Jangan terlalu lama berhenti bila istirahat. Selalulah bergerak agar pembakaran tubuh tetap berfungsi dengan baik. Poin penting lainnya adalah jangan sampai lambung kosong. Pastikan untuk memakan sesuatu setiap 30 menit – sejam ketika perjalanan dalam kondisi dingin. Minuman penghangat tentunya akan sangat membantu.

·         Hentikan pendakian jika cuaca memburuk

Jangan memaksakan keadaan, jika cuaca memburuk sebaiknya segeralah berhenti dan berteduh. Perlu diingat pula bahwa dalam mencari tempat berteduh selalu perhatikan hal-hal yang dapat membahayakan anda dari sambaran petir. Seperti misalnya tidak berteduh di bawah pohon yang berdiri sendiri, tidak berada pada aliran air dan tidak pada tempat yang terbuka karena hal-hal tersebut merupakan lokasi yang rawan terhadap sambaran petir.

Semoga bermanfaat.

Salam,

Sadar
 

 
 

Kamis, 15 Januari 2015

Lima (5) Wasiat kepada Pendaki Muda Jempolan

Usia muda, semangat ’45 dalam mendaki puncak-puncak gunung. Banyak remaja yang mengisi waktu luangnya dengan kegiatan pendakian yang bisa membentuk kepribadian.
“Pendakian melatih kita untuk mandiri, toleran, setia kawan, selain memberi pengalaman baru!”
Tentunya hal ini disambut antusias oleh para pendaki yang sudah berumur dan cenderung semakin jarang mendaki alias menuju pensiun. Bagi pendaki muda yang mungkin belum sempat mendengar banyak hal yang perlu dinasehatkan oleh mereka yang telah berumur, berikut ini dinukilkan 5 wasiat yang kudu dijalankan oleh pendaki muda, apa saja?

Wasiat#1 Tepat waktu

Hobi tidak tepat waktu alias molor kayak karet sepertinya melekat pada anak muda. Janjian dengan teman ngaret, deadline pekerjaan rumah molor, datang ke sekolah/kampus pun terlambat. Namun seorang pendaki muda jempolan tidak bisa begitu.

Kebiasaan on time atau tepat waktu, adalah pelajaran positif yang akan kamu pelajari dengan cara pendakian. Pengalaman bisa menjadi guru yang baik, betapa sikap tidak tepat waktu akan merugikan diri.

Risikonya saat pendakian bukan main-main, tertinggal pesawat atau kereta lantaran datang terlambat bisa kamu alami kalau tidak tepat waktu. Pendakian menuntut pribadi yang tepat waktu agar petualangan kamu bisa berjalan lancar.


Wasiat#2 Jaga lingkungan dan tak buang sampah sembarangan

Jangan mengaku petualang gaul atau jagoan pendakian, jika belum pernah mendengar 3 prinsip internasional para pendaki: Take nothing but picture, kill nothing but time, leave nothing but footprint. Ini adalah prinsip sejati para petualang untuk menjaga lingkungan.

Ya, petualang muda juga punya idealisme untuk tidak mengambil sesuatu dari alam kecuali potret dari kamera kita. Mereka juga tidak akan membunuh hewan atau tumbuhan, mereka hanya membunuh waktu, alias mengisi waktu luang dengan pendakian.

Yang penting, mereka juga berkomitmen tidak meninggalkan sampah saat pendakian. Yang mereka tinggalkan hanya jejak kaki. Luar biasa bukan? Membuang sampah sembarangan adalah kebiasaan buruk, tapi pasti kamu bisa mengubahnya.


Wasiat#3 Tidak iseng corat-coret

Vandalisme adalah salah satu kebiasaan buruk orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tugu, monument penanda puncak bahkan candi/situs yang ada di gunung dicorat-coret dengan spidol atau cat semprot. Sungguh keterlaluan! Bukan begitu cara menunjukan eksistensi kamu sebagai pendaki muda.

Belajarlah menikmati alam dengan cara yang positif. Sebagai pendaki, di sini kamu berlatih bersikap dewasa dan berempati. Coba dipikir deh dampak dari tindakan vandalisme yang kita lakukan.

Kalau mau membuktikan eksistensi kamu, caranya bukan corat-coret. Mendingan foto diri kamu di gunung dan upload di media social. Jangan ragu untuk narsis di gunung!
 
Wasiat#4 Tidak cengeng

Pendakian tidak hanya soal suka ria saja. Gunung Semeru memang keren, tapi mendaki jalur pasirnya butuh perjuangan. Gunung Rinjani danau Segara Anaknya cantik, namun kamu harus mendaki pelawangan dulu dan menuruni tebing tinggi yang kadang butuh berhari-hari dan jatuh-bangun.

Pendaki menuntut kita tidak banyak mengeluh dan cengeng. Kegiatan pendakian menuntut sikap kita yang tahan banting, mental yang kuat untuk mencapai tujuan akhir dan tidak cengeng dengan tantangan yang menghadang. Go ahead!


Wasiat#5 Respek

Yang terakhir, wasiat untuk kamu seorang pendaki muda jempolan adalah memiliki sifat respek. Respek terhadap teman seperjalanan, respek terhadap sesama pendaki yang dijumpai di jalur, dan respek terhadap warga lokal. Juga respek terhadap pengelola Taman Nasional. Melapor dan patuhilah aturan dan jadwal pendakian yang telah ditentukan.

Pendakian ke tempat yang baru akan membuat kamu bertemu orang-orang baru dan budaya yang tidak kamu kenal. Kamu juga akan bertemu dengan warga atau suku setempat yang memiliki gaya hidup berbeda.

Jangan meremehkan mereka, apalagi menganggap mereka orang kampung sementara kamu datang dari kota besar. Jangan salah, orang-orang kampung seringkali memiliki kebijaksanaan hidup yang mengagumkan para pendaki yang berkenalan dengan mereka.