Sabtu, 18 Februari 2017

"Penafsir Gunung dan Belantara"

Memulai laku menjadi Penafsir Gunung dan Belantara harus dengan landasan niat yang lurus. Niat yang ditujukan untuk mengoptimalkan kinerja dulur kembar papat, kakang kawah dan adi ari-ari serta menemukan dirinya sendiri (pancer) untuk menyempurnakan penghambaannya kepada Sang Pencipta. Dengan demikian (niat tersebut) apabila di kemudian hari ada cibiran, tiada perhatian, dan lingkungan yang tidak mendukung maka laku tak akan berubah dan hati tak akan kecewa dan kemudian mundur dari laku!

Kekuatan niat teraktivasi dengan melafadzkannya, meneriakkannya sehingga menjadikan sendi, otot dan tulang serta aliran darah menjadi berdaya juang!

Niat menjadi penentu.

Mari menjadi Penafsir Gunung dan Belantara dengan niat "menyempurnakan kehambaan dengan cara mendaki gunung dan menempuh belantara".

-Puncak Rengganis, Pegunungan Iyang (Argopuro)-
 

Selasa, 07 Februari 2017

Kehadiran Media Sosial Bagi Pendaki, Gunung dan Produsen Gear Pendakian: Berkah atau Kutukan?

Berkat kehadiran media sosial (medsos) seperti facebook, twitter, instagram, linkedin, path dan medsos lainnya denyut nadi pergerakan dunia pendakian menjadi semakin semarak dan bahkan bisa dikatakan menjadi booming. Dunia pendakian kini tidak lagi sepi. Istilah lonely mountain sepertinya sudah hilang, terlupakan dan terkubur hidup-hidup. Perjalanan ke gunung untuk mencari hikmah, kesunyian dan kesendirian menjadi sesuatu yang sulit didapatkan. Terlebih pada akhir pekan atau libur panjang.

Postingan di medsos baik berupa keindahan alam, keunikan flora dan fauna, pengalaman dengan tantangannya (petualangan) dan lain sebagainya sukses menghipnotis banyak kalangan untuk bergeser dari mall, pantai, museum, café, club dan lain-lain menuju ke gunung dan belantara. Memikat para ahli backpacker dari kota-kota, gang-gang dan lorong-lorong untuk berhijrah ke puncak-puncak, tebing-tebing, ngarai-ngarai, lembah-lembah, jurang-jurang dan belantara. Medos sukses menggeser dunia pendakian dari sesuatu kegiatan yang anti mainstream menjadi suatu aktivitas yang umum. Medsos berhasil membuat pendaki yang mendaki sebelum jaman Medsos terhenyak dan gagu melihat kenyataan orang ke gunung secara berbondong-bondong seperti bermigrasi dari desa ke kota. Antara senang dan gundah-gulana karena menyaksikan keramaian manusia yang bahagia dan secara bersamaan melihat sampah dengan ragam jenisnya berserakan dimana-mana. Antara meradang hingga riang gembira melihat secara paralel eksistensi kemanusiaan begitu mendalam, namun filosofi agung pendakian menjadi tak tentu arah dan keimanan terhadap gunung dan belantara sebagai tempat dimana udara paling murni bersemayam dan segala definisi hidup terurai terancam ditinggalkan. Inilah ketika berkah dan kutukan bersatu seperti dua sisi mata uang. Tak terpisahkan!
Namun, sebagaimana keimanan para pendaki sejati bahwa gunung dan belantara berawal dari sesuatu yang asing dan ekslusif, sehingga nanti pada saatnya akan kembali menjadi hening dan aneh. Entah kapan!

Selain dampak kehadiran medsos terhadap pendaki dan gunung, medsos juga diyakini menjadi pemicu pergeseran dan mungkin juga revolusi dunia pendakian dari sisi peralatan (gear). Para produsen turut terbantu dengan adanya media sosial dalam perlombaan teknologi (desain, bahan dan jahit), distribusi maupun pemasaran. Terjadi saling susul-menyusul produk outdoor dengan teknologi terkini. Medos menyajikan berbagai referensi bagi produsen terkait produk outdoor yang unggul dan diminati.  Pujian dan kritikan terhadap produk outdoor bertebaran di wall akun pribadi dan group. Review dan esai terkait produk tersaji dengan melimpah ruah. Pengalaman menggunakan produk outdoor langsung di-share saat itu juga sehingga memudahkan produsen dan calon konsumen untuk mendapatkan struktur preferensi terkait produk. Menemukan kesenjangan antara ekspektasi dan kenyataan dari produk yang ada di pasar.
Terima kasih Medos. Jasamu abadi!!!
 

Percobaan Marshmallow: Pembelajaran Krusial Untuk Pendaki Gunung dan Penempuh Hutan Belantara

Percobaan Marshmallow merupakan salah satu penelitian ilmiah yang sangat terkenal tentang psikologi dan perilaku manusia. Marshmallow adalah makanan ringan yang sangat disukai anak-anak kecil. Teksturnya kenyal, rasanya manis asam.

Percobaan ini membuat gempar karena mengungkap karakteristik apa yang harus dimiliki seseorang jika ingin sukses dalam kehidupan termasuk dalam dunia pendakian dataran tinggi dan perambahan hutan belantara. Didalam https://id.wikipedia.org/wiki/Percobaan_marshmallow_Stanford dijelaskan dengan gamblang mengenai Eksperimen Marshmallow. Berikut ini cuplikan narasi aslinya.

“Percobaan Marshmallow Stanford adalah sebuah percobaan yang dilakukan oleh Walter Mischel dari Universitas Stanford untuk mempelajari mengenai kepuasan tertunda. Percobaan ini dilakukan Mischel pada tahun 1960an dan sejak itu percobaan ini pun sering dilakukan ulang oleh peneliti lain. Mischel mengetes beberapa anak berumur empat dan lima tahun di Taman Kanak-kanak Bing di dalam kampus Universitas Stanford. Masing-masing dari anak tersebut dibawa ke dalam suatu ruangan dan sebuah marshmallow ditaruh di meja di depan anak tersebut. Mereka diberitahu bahwa mereka boleh memakan marshmallow tersebut sekarang, tetapi apabila mereka menunggu 20 menit, Mishcel akan kembali dan memberikan mereka tambahan satu marshmallow. Hasil dari percobaan tersebut adalah sepertiga dari anak-anak tersebut memakan marshmallow dengan segera, sepertiga lainnya menunggu hingga Mischel kembali dan mendapatkan dua marshmallow dan sisanya berusaha menunggu tetapi akhirnya menyerah setelah waktu yang berbeda-beda. Tujuan awal dari percobaan ini adalah untuk mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasaannya saat ini untuk mendapatkan kepuasan yang lebih pada masa mendatang.

Namun, hasil yang mengejutkan dari percobaan ini justru didapatkan setelah anak-anak yang ikut dalam percobaan beranjak dewasa dan telah memasuki sekolah menengah. Beberapa tahun kemudian, Mischel yang memiliki tiga orang anak perempuan yang dulu juga bersekolah di Bing, bertanya mengenai keadaan teman-teman anaknya dari taman kanak-kanak. Ia kemudian menyadari bahwa terdapat perbedaan antara anak-anak yang berhasil menunggu dan yang tidak dalam nilai akademis mereka. Kemudian, pada tahun 1981, Mischel mengirimkan kuesioner kepada orang tua, guru dan pembimbing akademis dari anak-anak yang dulu ikut berpartisipasi dalam percobaan ini. Ia bertanya mengenai sifat mereka, kemampuan mereka untuk berencana dan mengatasi masalah serta berhubungan dengan teman-teman. Ia juga meminta nilai SAT (Red: Ujian Standar Akademik dan Berpikir Kritis) mereka. Ia lalu menemukan bahwa anak-anak yang dapat menunggu memiliki nilai rata-rata 201 poin lebih baik dari mereka yang tidak bisa menunggu.”
 
Kesimpulan tersebut mendapat konfirmasi bila kita lihat dalam kejadian dan kondisi lain sehari-hari, terutama dalam kehidupan persilatan pendakian gunung dan penempuhan rimba belantara. Seorang pendaki yang hendak memulai pendakian pertamanya punya dua pilihan, menurutkan kesenangan sekarang dengan berleha-leha, atau menunda kesenangan dan berusaha menyiapkan fisik, mental dan SKA (Skill, Knowledge and Attitude) sebaik mungkin sampai kesenangan yang sesungguhnya tiba (menggapai puncak dan pulang selamat serta hikmah perjalanan). Bagi yang masih sekolah dengan bergabung dan mengikuti pendidikan dan latihan dasar yang diselenggarakan Sispala di sekolahnya. Bagi yang mahasiswa dengan mengikuti Mapala. Dan bagi masyarakat umum yang tidak berkesempatan di Sispala dan Mapala bisa membentuk dan mengasah fisik, mental dan SKA-nya di PDW dan SPG Wanadri, Indonesian Green Ranger dan lainnya. Atau sah juga membentuk komunitas dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan dasar di dalamnya. Semua sama, demi aman dan nyaman bermain di medan gunung dan hutan belantara serta mendapatkan hikmah perjalanan.

Bahwa kekuatan menunda kesenangan (Delayed Gratification) adalah skill yang amat krusial sebagai penentu kehidupan sesorang di kemudian hari dan khususnya pendaki gunung dan penempuh hutan rimba.

       Jika Pendaki dapat menunda kesenangan dari merokok dan lebih memilih untuk lari tiap pagi mungkin akan lebih sehat sekarang dan tidak gagal dalam menggapai puncak impian.

       Jika Pendaki dapat menunda kesenangan dari bersosmed ria dan lebih memilih membaca buku mungkin anda akan lebih pintar dan tercerahkan sekarang. Bisa mengisi materi-materi tentang pendakian dengan baik dan komprehensif.

       Jika Pendaki bisa menunda kesenangan dari membeli barang-barang konsumtif dan mensisihkan uangnya untuk ditabung dan mengkoleksi gear pendakian yang dibutuhkan tentu saat mendaki tidak perlu kesana-kemari mencari gear pinjaman.

       Jika Pendaki bisa bisa menunda kesenangan dengan setiap bulan mengambil waktu sehari penuh untuk belajar materi-materi dasar maka misalkan ada 14 materi dasar yang harus dikuasai maka kurang dari setahun setengah tanpa disadari ia sudah menguasai materi dasar tersebut (1. Navigasi Darat; 2. Survival; 3. Mountaineering; 4. P 3 K; 5. Manajemen Perjalanan/Pendakian; 6. Iklim, Medan dan Ilmu Penaksiran; 7. Komunikasi Lapangan; 8. Sejarah Pendakian dan Organisasi yang relevan; 9. Hakekat Berkegiatan Alam Bebas dan Kepencitaalaman; 10. Reportase dan Fotografi Perjalanan/Pendakian; 11. Sosiologi Pedesaan; 12. Keorganisasian; 13. Kepemimpinan; 14. Konservasi dan Etika Pendakian).

       Jika… silahkan ditambahkan wahai para pendaki, kesenangan apa yang bisa ditunda untuk menggapai kesenangan yang lebih wahid lagi (sesungguhnya).

Semua contoh diatas ditentukan karena Kekuatan Menunda Kesenangan Sementara (delayed gratification). Kita seringkali gagal mengatasi distraksi kesenangan-kesenangan sementara yang begitu menggoda. Dan sayangnya, dalam era smartphone ini, kita begitu mudah terjebak dalam kesenangan sesaat yang begitu distraktif (cek beranda FB, cek pemberitahuan WA, baca berita-berita online, mengikuti hoax yang sesuai dengan keyakinan, dst). Padahal kita tahu: jika kita ingin sukses dalam dunia persilatan pendakian, kita wajib untuk mempunyai fisik, mental dan SKA yang memadai. Kedisiplinan dan terus fokus terhadap tindakan dan pencapaian kita.

Ayo diimani, setiap Pendaki pasti punya the power of delayed gratification yang sekokoh karang, dan tidak mudah tertipu dalam kesenangan singkat yang begitu melenakan.