Dunia saat ini
semakin progresif dalam pencapaian teknologi informasi. Pengetahuan bertebaran.
Kadang beraturan. Seringnya tak berbentuk. Semburat tak terkendali menerjang
lautan memori manusia. Nyaris tanpa bisa dicegah.
Salah satu
dampaknya, kekinian teknologi informasi telah dengan mudah melahirkan para
intelektual gunung dan belantara. Profil gunung, flora dan fauna serta sederet pengalaman yang berkaitan dengannya bisa dengan
mudah diakses dan mengisi pendaki pemula. Terjadi pengkultusan
rasionalitas dunia pendakian gunung dan perambahan belantara. Pendeskritan
pengalaman dan pendidikan dasar.
Juga, tsunami modernisasi perlengkapan dan
peralatan outdoor seperti produk ultralight serta ketersediaan porter dan guide
memicu berbagi waktu dengan gunung dan belantara menjadi semacam bentuk lain
hedonisme yang biasanya diwakili mall.
Namun ada sebarisan pendaki gunung dan perambah hutan yang tetap
pada ‘jalur’ nya meski di tengah goncangan kemapanan informasi, belenggu
rutinitas dan kenyamanan peralatan yang semakin modern. Merekalah yang tetap
mempertahankan romantisme para pendaki gunung dan perambah belantara.
Romantisme itu berupa anti kemapanan dan kebebasan waktu yang bertanggung
jawab.
Barisan ini mempersetankan rasionalitas kemapanan pendakian dan
perambahan yang ada saat ini. Tidak absen untuk menimba pengetahuan dan
pengalaman langsung dari yang sudah terlebih dahulu mengetahui dan
berpengalaman meski telah mengakses kesemuanya di mbah google. Tidak menjadi konsumtif
dengan beredarnya informasi dan peralatan pendakian terbaru. Semua yang dibawa
dan dikenakan adalah pertimbangan fungsi dan ketahanan serta efisiensi biaya.
Jadwal-jadwal yang disusun selalu mengedepankan kebebasan waktu yang
bertanggung jawab, bukan mengedepankan pelarian
dari kenyataan.
Musik yang mengiringi langkah-langkah dan malam mereka
di gunung adalah
nyanyian masa silam, selampau dan sepurba gunung dan belantara itu sendiri.
Mereka begitu dekat dengan masyarakat gunung sedekat dengan bebatuan puncak
yang mereka cengkeram ketika menggapainya. Mereka tidak jual mahal
dengan waktu ketika menyemai kebersamaan di ladang-ladang dan halaman rumah
penduduk di kaki gunung. Bahkan ketika mereka bertemu
di perjalanan maka ketika itu kendaraannya akan berhenti untuk menawarkan
tumpangan.
Sebarisan pendaki gunung dan perambah belantara ini sadar betul bahwa manusia adalah pemuja kebebasan dan kemerdekaan. Mereka berpikir dan mengerti betul manusia selalu hendak mempersetankan semua yang mapan dan teratur. Menserapahi kepalsuan yang rapi dan parlente namun begitu busuk di dalamnya.
Pemikiran dan gerakan anti kemapanan dan kebebasan itu adalah romantisme yang hampir punah. Dan sebagian pendaki gunung dan perambah belantara adalah laskar anti kemapanan. Garda terdepan pelestari romantisme!