Demikianlah kenapa banyak Pendaki yang mengagumi
sebatang pohon. Setiap pohon hidup sendiri dan mengurusi dirinya sendiri.
Mereka bahkan bermanfaat atau memberikan manfaat untuk menunjang kenyamanan
manusia. Dari hasil tanaman dan seluruh bagian dari pohon bermanfaat bagi
manusia. Pohon kelapa misalnya. Dari mulai batang, daun, dan buahnya
dimanfaatkan oleh manusia. Ada sebagian Pendaki merasakan hal ini, dan sebagai
ungkapan rasa syukurnya ia memberikan pakaian, sarung pada pohon ini. Dan
kadang lama ia duduk, juga berdiri di bawah dan/atau berdiri di samping pohon.
Bahkan saking besarnya ungkapan rasa terima kasihnya, ia sampai merendahkan
kepalanya (bersujud) pada pohon tersebut.
Anehnya Pendaki lain yang tidak mengerti
tentang apa yang ia rasakan menuduh bahwa ia menyembah pohon. Padahal ia tidak ‘bersujud’ kepada pohon karena meminta sesuatu. Ia merasakan
manfaat besar dari pohon tersebut, oleh karenanya ia ‘bersujud’ syukur terhadap
pohon tersebut.
Dahulu, leluhur Pendaki yang dituduh sebagai
penganut animisme dikarenakan melakukan hal serupa. Menciptakan
semacam peraturan yang tidak tertulis bahwa barang siapa akan menebang pohon
mesti membuat sesajen. Terutama pohon-pohon besar. Kenapa? Karena para leluhur Pendaki
merasakan manfaat adanya pohon-pohon rindang. Selain membuat udara tambah segar
juga akar-akarnya mampu menyimpan air. Tidak heran di setiap pohon besar yang
rindang sering ditemukan mata air. Banyak Pendaki lain yang memanfaatkan air
dari mata air tersebut. Akarnya juga memeiliki kekuatan menahan tebing agar
tidak longsor. Menyadari bahwa keberadaan pohon memberikan manfaat pada manusia
dan juga membuat tanah tidak longsor, para leluhur Pendaki mempersulit orang
untuk menebang pohon. Praktek demikian yang selama ini Pendaki
lain anggap menyembah pohon. Betul jika dikatakan laku fisiknya menyembah,
tetapi yang diminta adalah agar pohon dapat hidup dengan subur.
Kasih sayang Pendaki terhadap pohon
dibuktikan oleh beberapa peneliti. Ada suatu penelitian yang menarik dilakukan penelti
asal Jepang, Masaru Emoto. Memang tidak meneliti pohon secara langsung. Yang
dilakukan oleh Masaru Emoto adalah meneliti tentang dampak doa, ucapan baik, dan
ucapan buruk pada air. Perlu dicatat bahwa sebagian besar pohon terdiri dari
air. Hasil penelitian terbukti bahwa molekul-molekul air dari sumber air yang
diberikan doa dan ucapan terima kasih menghasilkan bentuk kristal yang
indah.
Jadi air memiliki kekuatan merekam segala
sesuatu yang dipikirkan manusia. Pikiran manusia bervibrasi dalam bentuk
gelombang. Getaran ini tertangkap dan direkam oleh air. Pohon yang sebagian
besar terdiri dari air sehingga tidak mengherankan ia mampu menangkap pikiran
orang yang akan menyakitinya.
Suatu alat khusus ditemukan oleh seorang
ahli untuk mendeteksi efek dari pikiran terhadap pohon. Dan ternyata dari hasil
penelitian membuktikan bahwa sebatang pohon bisa merasakan niat orang. Suatu
pohon didekati oleh orang yang tidak punya maksud apa-apa terhadap pohon.
Sebutkan sebagai orang pertama. Orang kedua adalah yang sayang terhadap pohon
tersebut. Terakhir adalah orang yang akan menebang pohon. Dari alat yang
ditempelkan pada batang pohon tersebut, terlihat efek dari ketiga orang yang
berbeda tujuannya. Yang paling ditakutkan pohon adalah efek dari orang yang
akan menebang pohon tersebut. Jadi, bisa dikatakan bahwa pikiran adalah energi.
Semua energi mengandung getaran yang bervibrasi. So, tolong jangan
menyepelekan pikiran. Badan Pendaki 70 % terdiri dari air. Pikiran buruk Pendaki
akan melukai diri sendiri sebelum merusak alam dan orang lain.
Deforestasi semena-mena terjadi ketika
kearifan lokal tidak lagi dipahami. Nenek moyang Pendaki sadar dan tahu pesan
semesta. Pohon adalah sumber kehidupan manusia. Tanpa pohon, dijamin manusia
sengsara. Mulai tanaman musiman semacam padi saja-kemudian-kelapa (tanaman
tahunan), dll. Ketika penghormatan terhadap pohon dianggap penyembahan terhadap
berhala maka banyak pohon ditebang semena-mena. Akhirnya berbagai bencana seperti
banjir, tanah longsor dan kekeringan, serta yang paling mengerikan-climate change-tidak dapat dihindarkan.
Kearifan leluhur mengajarkan kehidupan yang selaras dengan alam. Saling memberi. Pendaki (manusia) memelihara pohon, dan pohon memberikan manfaat pada pendaki. Wahai Pendaki lain, masih ragu atau tidak percaya?
Cobalah berjalan di siang hari
mengelilingi lautan pasir Bromo. Atau silahkan bertowaf (berkeliling dari
puncak macan, glenmore dan sejati, juga puncak barat) di Kaldera Raung yang
melingkupi 3 kabupaten (Banyuwangi, Jember dan Bondowoso). Rasakan betapa tiada
pohon terasa panas membakar jasad. Setelah itu pasti semua akan sepakat untuk
‘menyembah’ pohon.