Isi
1. Definisi Disiplin Sosial
Jawaban beragam akan terdengar dari lontaran pertanyaan ini, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang rumit.
1. Definisi Disiplin Sosial
2.
Siapa Pendaki Gunung
3.
Mereka yang disebut Pencinta Alam
4.
Pendaki Gunung = Pencinta Alam
5.
Genitas Pendaki Gunung
6.
Pendaki Gunung sebagai Ahli Sosial
1.
Definisi Disiplin Sosial
Disiplin
sosial adalah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat dan individunya yang metode
kesimpulannya berlandaskan fakta-fakta kualitatif dan kuantitatif. Ada Sosiologi.
Antropologi. Psikologi dan lain sebagainya.
2. Siapa Pendaki Gunung
Ribuan
orang baik muda, tua bahkan anak-anak mendaki gunung di setiap tahunnya. Hingga
kini tak sedikit jumlah kecelakaan yang mengakibatkan trauma, cacat fisik,
bahkan kematian dari aktivitas mendaki gunung (termasuk merambah hutannya).
Namun apakah setiap orang yang pernah mendaki gunung pantas disebut pendaki
gunung? Ini pertanyaan yang sederhana namun sangat menarik dan tidak mudah
menjawabnya.
Jawaban beragam akan terdengar dari lontaran pertanyaan ini, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang rumit.
Sederhananya
adalah iya, karena sudah pernah mendaki gunung maka otomatis seseorang itu disebut
pendaki gunung. Namun secara kualitatif menjadi rumit jika muncul pertanyaan
lanjutan, yaitu seberapa tinggi gunung yang didaki, dan bagaimana manajemen
pendakian yang dilakukan? Sejauh apa kemandirian yang dimiliki dalam pendakian?
Apakah bisa survive bila terpisah dalam rombongan? Dan puluhan pertanyaan
lanjutan berikutnya.
‘Jumhur ulama’ pendaki di Indonesia mengatakan bahwa seseorang
disebut pendaki gunung jika telah mendaki gunung dengan ketinggian minimal 3,000
mdpl dengan manajemen pendakian yang rapi. Artinya skenario pendakian telah
disusun dengan baik dan telah terjadi pembagian tugas di antara anggota
kelompok mendaki jika pendakian dilakukan secara berkelompok. Seseorang disebut
pendaki gunung juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan
pendukung untuk bisa mendaki gunung tanpa menimbulkan cidera atau sakit. Demikian juga seseorang disebut pendaki gunung jika telah
memiliki sense of belonging dengan mampu membaca keinginan (cuaca, arah angin,
kecepatan, dll) dari gunung tersebut.
3. Mereka yang disebut Pencinta Alam
Pencinta
adalah orang yang sangat egois. Untuk menunjukkan atau membuktikan cintanya
seringkali dengan melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Hal
ini jelas bagi istilah pencinta alam atau seseorang yang disebut pencinta alam,
maka egoisme-nya akan menuntunnya pada pembuktian kecintaannya pada alam.
Seperti meluangkan waktu untuk berbagi dengan alam. Melakukan kegiatan-kegiatan
pelestarian seperti penanaman, konservasi, pendidikan, dan tentunya
pemberdayaan pada masyarakat di sekitarnya.
Untuk
menunjukkan eksistensinya, pencinta alam seperti orang beragama, mereka
melembagakan dan membentukan simbol-simbol suci kecintaannya. Ada dogma juga. Indoktrinasi.
Ada periodisasi ritual.
Ada
adat, dan budaya yang terbentuk. Menarik untuk diteliti karena setiap tahun
banyak berdiri klub dan komunitas penggiat alam bebas serta organisasi pencinta
alam dimana banyak anggota baru terekrut dengan jumlah perkembangannya mengikuti
deret ukur. Mereka semua berfokus pada kegiatan petualangan dan hanya sedikit yang
bergiat pada kegiatan yang sifatnya pendidikan dan pelatihan dasar. Memang sangat jomplang,
kegiatan pendakian mengikuti deret ukur dan kegiatan pendidikan dan latihan
dasar mengikuti deret hitung. Mungkin inilah sebabnya tingkat kerusakan alam begitu
luar biasa banyaknya seperti mengikuti deret ukur (jumlah perkembangan
pendaki). Ironi!
4. Pendaki Gunung = Pencinta Alam
Banyak yang salah kaprah dalam dua istilah ini: pendaki gunung dan pencinta alam. Masyarakat umumnya memandang sama bahwa mereka-mereka yang mendaki gunung tentunya adalah pencinta alam. Sebagian besar para pendaki gunung juga nyaman dengan pandangan masyarakat umum bahwa mereka adalah pencinta alam. Padahal faktanya banyak pendaki gunung telah turut andil dalam kerusakan alam. Seperti kebakaran, meninggalkan sampah, perilaku vandalisme, juga berperilaku merusak tatanan sosial masyarakat gunung dan hutan seperti free sex dan mabuk-mabukan, mengambil tanaman bahkan plasma nutfah.
Banyak yang salah kaprah dalam dua istilah ini: pendaki gunung dan pencinta alam. Masyarakat umumnya memandang sama bahwa mereka-mereka yang mendaki gunung tentunya adalah pencinta alam. Sebagian besar para pendaki gunung juga nyaman dengan pandangan masyarakat umum bahwa mereka adalah pencinta alam. Padahal faktanya banyak pendaki gunung telah turut andil dalam kerusakan alam. Seperti kebakaran, meninggalkan sampah, perilaku vandalisme, juga berperilaku merusak tatanan sosial masyarakat gunung dan hutan seperti free sex dan mabuk-mabukan, mengambil tanaman bahkan plasma nutfah.
5. Genitas Pendaki Gunung
Dalam
penelitian seorang psikolog India pada pendaki Gunung Everest yang menyatakan
bahwa pencapaian seorang pendaki ke puncak adalah karena faktor gen.
Seberapapun usaha dan keinginannya jika tidak memiliki gen seorang pendaki maka
tidak akan sampai ke puncak. Pribadi dan perilaku pendaki gunung memang unik
dan menimbulkan ekslusifitas. Ini yang cenderung menimbulkan pandangan ‘aneh-nyleneh’
masyarakat. Dan sampai disimpulkan sebagai faktor genitas.
6. Pendaki Gunung sebagai Ahli Sosial
Untuk
menjadi seorang pendaki gunung baiknya juga menguasai disiplin ilmu sosial
(praktis). Mendekati semacam kemampuan seorang sosiolog, antropolog, atau
psikolog. Mengurangi ke-introvert-an dan ke-ekslusif-an. Mengapa demikian?
Karena mendaki adalah perbuatan sosial yang individualis. Rusak tatanan sosial
dan ekologi di dataran tinggi (hulu) maka berarti bencana bagi dataran rendah
(hilir). Pendaki yang ahli sosial adalah upaya terbaik untuk mencegah
terjadinya kerusakan tatanan sosial dan ekologi di gunung dan belantara.
Asumsi:
ahli yang bisa mempraktikan keahliannya. Bukan OMDO-ngomong doang!
9
April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar