Penulis:
Sadar,
Pendaki asal Jawa Timur yang sedang merajut mimpi di DKI Jakarta
Apapun aktivitas manusia baik
dalam skala individu maupun kelompok tentunya akan berdampak baik pada
lingkungan hidup maupun pada sesama manusia atau bisa disebut dampak sosial.
Pun tak terkecuali aktivitas pendakian. Tulisan ini sebagai kiat yang bisa
dilakukan agar aktivitas pendakian bisa lebih ramah terhadap lingkungan (eco-friendly hiking) dalam artian tidak
menihilkan dampak negatif,
namun dalam rangka kerugian
atau penurunan fungsi lingkungan bisa dihindari. Bila tak terhindarkan maka minimal dapat
dikurangi. Atau bila harus menimbulkan
dampak destruktif maka
pendaki harus tahu apa konsekwensi
dan kompensasi apa yang harus dijalani. Mari kita kulik poin-poin dibawah ini untuk men-trigger
pengetahuan dan kesadaran kita.
1. Mengurangi
potensi sampah
Beberapa
perlengkapan yang berpotensi menjadi sampah seperti botol minum, plastik pembungkus, dan bungkus makanan. Untuk
itu wajib pendaki memiliki tempat/ botol minum yang bisa diisi ulang, dry bag
sebagai pengganti plastic sekali pakai untuk menyimpan pakaian kotor dan wadah
sendiri khusus untuk makan dari plastik. Intinya, apa-apa perlengkapan yang
kita bawa ke gunung sebaiknya yang bisa digunakan berkali-kali (tidak sekali
pakai).
2. Menjaga
jarak tenda dari sumber air dan jalan setapak
Beberapa artikel menyebut jarak
minimal 200 feet atau
61 meter dari sumber air agar sumber air terlindung dan tidak ada patokan khusus untuk jarak
tenda dengan jalan setapak agar tidak mengganggu mobilitas pendaki lain.
Lokasi pemilihan tenda juga diupayakan sama dengan bekas tenda sebelumnya. Ini artinya meminimalkan membuka lahan
baru untuk pembentangan tenda agar tidak ada kerusakan rumput yang lebih luas, ranting dan dahan yang patah dan tempat berlindung
satwa yang terganggu.
3. Jauhi
perbuatan vandalism
Selain mengganggu
keindahan alam, bentuk vandalisme juga bisa menimbulkan pencemaran dari bahan
kimia tinta yang digunakan dan kerusakan obyek bila vandalisme dilakukan dengan
memahat obyek.
4. Minimalkan
kegiatan yang mengurangi fungsi
sumber daya alam
Menghindari penebangan
dahan dan ranting untuk pembuatan api unggun, tiang tenda/flysheet, memasak, dll. Gunakan juga air bersih seperlunya, hindari
memakan buah alam dan potensi sayur di gunung agar tidak mengurangi jumlah
makanan satwa kecuali dalam kondisi survival.
5. Hindari
kebisingan (noise)
Kita tidak tahu
di sekitaran kita terdapat satwa apa saja dan bagaimana resistensi mereka
terhadap keberadaan kita. Oleh karenanya jalan yang terbaik adalah mengurangi
timbulnya kegaduhan dari keberadaan kita. Bentuk nyata bisa berupa mendaki
dalam kelompok kecil (6 orang). Hindari bermain guitar dan bernyanyi di larut
malam. Hindari juga teriakan kecuali memang ada teman yang sedang hilang/ perlu
dicari dan belum diketahui pasti keberadaannya. Sangat dilarang untuk membawa
petasan atau kembang api di gunung. Di Papandayan, penulis pernah melihat
pendaki diberi sangsi oleh relawan ketika membunyikan petasan atau kembang api
di Pondok Salada.
6. Tidak
melalui jalur illegal kecuali memang menjadi basis daerah pendidikan dan latihan dasar (PLD) dan tentunya sedang dalam PLD.
Ini juga termasuk tidak membuat
jalur tambahan dari jalur yang sudah ada karena akan menimbulkan tambahan
kerusakan dan mengubah bentuk alamiah seperti rute perjalanan satwa, dan aliran air ketika hujan.
Bila menemukan tanda jalur baru/alternatif/tambahan maka segera buang atau tutup agar ekosistem jalur
tambahan tersebut lekas normal/ tertutup kembali.
7. Tidak
menggunakan sabun, detergen, odol dan zat kimiawi lainnya di sumber air
Penulis pernah
mendaki dengan pendaki yang sangat idealis dengan eco-friendly hiking
sehingga mengharamkan keseluruhannya di gunung. Sabun, detergen, odol
dan zat kimiawi lainnya baru digunakan setelah tiba/turun di basecamp pintu masuk/keluar
pendakian.
8. Apapun
yang dibawa ke gunung
harus dibawa turun kembali kecuali feses!!!
Ini adalah
prinsip sederhana agar tidak ada sampah yang tertinggal di gunung. Pada kasus
pembuangan feses, banyak pendaki juga tidak ramah lingkungan. Mereka
membiarkannya di tempat terbuka dan dekat sumber air dimana ketika hujan
berpotensi besar untuk terbawa sampai sumber air. Dan bila bukan di musim
penghujan tetap juga membahayakan karena bisa terbawa oleh lalat-lalat yang
mengerumuni feses dan lalat tersebut hinggap ke makanan para pendaki yang bisa
menyebabkan gangguan pencernaan.
9. Hindari
berkontribusi dalam perubahan perilaku satwa
Selain
mengganggu satwa, meninggalkan sisa makanan adalah salah satu bentuk merubah
perilaku satwa. Satwa menjadi kehilangan naluri berburu/ mencari makanan secara
alami karena mulai tergantung dari sisa makanan yang dibuang oleh para pendaki.
Jika menemukan
binatang di jalan, biarkanlah, berikanlah tempat yang luas dimana satwa
tersebut berada. Jangan mendekati atau mengikutinya, dan jangan memisahkan antara
induk dan anaknya. Jika membawa anjing, tetap kendalikan sehingga tidak menyebabkan
stres satwa lain. Hindari sumber air saat fajar dan senja, ketika satwa sering
pergi ke sumber air untuk bermain, mandi dan minum.
10. Tanggung
jawab terhadap perapian
Jika harus membuat
api unggun, buatlah lingkaran api atau galian, dan ingat 3D (dead, downed, and detached) ketika
mengumpulkan kayu bakar: memilih hanya kayu yang sudah mati, jatuh ke tanah,
dan terserak. Menjaga besaran api (terkontrol/kecil), dan pastikan sudah
benar-benar dipadamkan sebelum ditinggalkan tanpa pengawasan.
11. Membuat
tempat berkemah dan sekitar menjadi lebih baik dari sebelumnya
Melakukan operasi
bersih melebihi wilayah berkemah, merapikan atau mengalamiahkan kembali wilayah
bekas tenda dan sekitaran adalah perilaku ramah lingkungan dari para pendaki
yang masih jarang ditemui.
12. Memlilih
waktu pendakian yang agak sepi
Umumnya pendaki
akan mengambil cuti untuk pendakian ketika ada hari kejepit atau akhir pekan
panjang. Rumus inilah yang menyebabkan disatu waktu pendakian di satu gunung
bisa membludak dan melebihi kuota yang telah ditetapkan oleh pihak otoritas. Kondisi
ini akan menyebabkan pengendalian dampak terhadap kerusakan gunung akan sulit. Oleh
karenanya pendaki yang ramah lingkungan tentunya akan mempertimbangakan waktu
pendakian dimana salah satunya adalah memilih waktu pendakian yang agak sepi.
13. Dahulukan
rombongan yang berjalan menanjak
Siapakah yang
harus didahulukan? Pendaki yang sedang naik ataukah kita yang lagi turun jika berpapasan?
Jawabannya adalah kita harus mendahulukan pendaki yang naik karena mereka
memiliki jarak dan sudut pandang yang lebih sempit terhadap jalur yang ada di
depannya. Apalagi jika sudut elevasi jalur yang dilalui cukup ekstrim, otomatis
jarak dan sudut pandang untuk melihat jalur di depan akan semakin sempit.
Selain itu, para pendaki yang naik juga lebih berat dalam berjuang membawa kerilnya.
Hal tersebut tentu berbeda bagi pendaki yang sedang turun gunung yang bisa
melihat secara luas jalur yang akan mereka lalui karena letak jalur yang berada
di bawah posisi mereka dan beban pendakian mereka juga tidak terlalu terasa
karena jalan yang dilalui menurun. Jadi, jika sedang turun gunung lalu kemudian
kita berpapasan dengan pendaki yang sedang naik, alangkah baiknya untuk
berhenti sejenak dan sedikit menepi agar pendaki yang sedang naik mendapatkan
ruang yang luas untuk melewati tanjakan tersebut.
14. Mengamalkan
prinsip leave no trace
a.
Perencanaan dan persiapan yang memadai
b.
Berjalan dan mendirikan tenda di permukaan yang
keras
c.
Buang sampah dengan benar, dalam artian ketika
sudah turun gunung
d. Tinggalkan apa yang ditemukan, artinya tidak
membawa pulang apa-apa yang menarik yang ditemukan di gunung
e.
Minimalkan dampak api unggun
f.
Menjaga eksistensi satwa liar
g. Perhatian pada pendaki lain, tidak hanya soal
health and safety, tetapi juga perilaku mereka apakah sudah ramah lingkungan
atau tidak.
15. Kampanye
kecil-kecilan
Bila bertemu
dengan rombongan lain cobalah bersosialisasi dan mulai mengkampanyekan
pendakian ramah lingkungan ini dengan cara yang paling tepat sesuai situasi dan
kondisi kala itu. Mari menjadi sumber/virus
penyebar pendakian ramah lingkungan ini.
16. Berkomunitas
atau berorganisasi
Untuk hasil yang
lebih maksimal dan massif, maka penting untuk pendaki yang telah sadar dan
mempraktekkan pendakian ramah lingkungan ini untuk terjun dalam komunitas atau
organisasi yang telah ada. Membentuk sendiri komunitas, gerakan atau organisasi
juga menjadi nilai plus karena konsepnya bisa dibuat sendiri sedemikian rupa
untuk mempercepat tujuan agar gunung tetap lestari meski terus didaki.
Dengan mengikuti kiat-kiat ini, pendaki
tidak hanya akan mengurangi pengaruh buruk pada lingkungan, pendaki juga akan
mendorong pendaki lain untuk melakukan hal yang sama. Sedangkan konsekwensi dan
kompensasi apa yang harus diterima bila pendaki melanggar atau melakukan
pendakian yang tidak ramah lingkungan (mengakibatkan kerusakan alam)? Silahkan ditelusuri
link di bawah ini:
1.
Pembakar hutan
2. Pencemar air, tanah dan udara
http://situscoplug.blogspot.co.id/2011/12/penerapan-sanksi-terhadap-pencemaran.html#!/2011/12/penerapan-sanksi-terhadap-pencemaran.html
3. Aturan lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar