Senin, 16 Januari 2017

Pendakian Ramah Lingkungan

Penulis:
Sadar, Pendaki asal Jawa Timur yang sedang merajut mimpi di DKI Jakarta

Apapun aktivitas manusia baik dalam skala individu maupun kelompok tentunya akan berdampak baik pada lingkungan hidup maupun pada sesama manusia atau bisa disebut dampak sosial. Pun tak terkecuali aktivitas pendakian. Tulisan ini sebagai kiat yang bisa dilakukan agar aktivitas pendakian bisa lebih ramah terhadap lingkungan (eco-friendly hiking) dalam artian tidak menihilkan dampak negatif, namun dalam rangka kerugian atau penurunan fungsi lingkungan bisa dihindari. Bila tak terhindarkan maka minimal dapat dikurangi. Atau bila harus menimbulkan dampak destruktif maka pendaki harus tahu apa konsekwensi dan kompensasi apa yang harus dijalani. Mari kita kulik poin-poin dibawah ini untuk men-trigger pengetahuan dan kesadaran kita.

1.      Mengurangi potensi sampah

Beberapa perlengkapan yang berpotensi menjadi sampah seperti botol minum, plastik pembungkus, dan bungkus makanan. Untuk itu wajib pendaki memiliki tempat/ botol minum yang bisa diisi ulang, dry bag sebagai pengganti plastic sekali pakai untuk menyimpan pakaian kotor dan wadah sendiri khusus untuk makan dari plastik. Intinya, apa-apa perlengkapan yang kita bawa ke gunung sebaiknya yang bisa digunakan berkali-kali (tidak sekali pakai).

2.      Menjaga jarak tenda dari sumber air dan jalan setapak

Beberapa artikel menyebut jarak minimal 200 feet atau 61 meter dari sumber air agar sumber air terlindung dan tidak ada patokan khusus untuk jarak tenda dengan jalan setapak agar tidak mengganggu mobilitas pendaki lain. Lokasi pemilihan tenda juga diupayakan sama dengan bekas tenda sebelumnya. Ini artinya meminimalkan membuka lahan baru untuk pembentangan tenda agar tidak ada kerusakan rumput yang lebih luas, ranting dan dahan yang patah dan tempat berlindung satwa yang terganggu.

3.      Jauhi perbuatan vandalism

Selain mengganggu keindahan alam, bentuk vandalisme juga bisa menimbulkan pencemaran dari bahan kimia tinta yang digunakan dan kerusakan obyek bila vandalisme dilakukan dengan memahat obyek.

4.      Minimalkan kegiatan yang mengurangi fungsi sumber daya alam

Menghindari penebangan dahan dan ranting untuk pembuatan api unggun, tiang tenda/flysheet, memasak, dll. Gunakan juga air bersih seperlunya, hindari memakan buah alam dan potensi sayur di gunung agar tidak mengurangi jumlah makanan satwa kecuali dalam kondisi survival.

5.      Hindari kebisingan (noise)

Kita tidak tahu di sekitaran kita terdapat satwa apa saja dan bagaimana resistensi mereka terhadap keberadaan kita. Oleh karenanya jalan yang terbaik adalah mengurangi timbulnya kegaduhan dari keberadaan kita. Bentuk nyata bisa berupa mendaki dalam kelompok kecil (6 orang). Hindari bermain guitar dan bernyanyi di larut malam. Hindari juga teriakan kecuali memang ada teman yang sedang hilang/ perlu dicari dan belum diketahui pasti keberadaannya. Sangat dilarang untuk membawa petasan atau kembang api di gunung. Di Papandayan, penulis pernah melihat pendaki diberi sangsi oleh relawan ketika membunyikan petasan atau kembang api di Pondok Salada.

6.      Tidak melalui jalur illegal kecuali memang menjadi basis daerah pendidikan dan latihan dasar (PLD) dan tentunya sedang dalam PLD.

Ini juga termasuk tidak membuat jalur tambahan dari jalur yang sudah ada karena akan menimbulkan tambahan kerusakan dan mengubah bentuk alamiah seperti rute perjalanan satwa, dan aliran air ketika hujan. Bila menemukan tanda jalur baru/alternatif/tambahan maka segera buang atau tutup agar ekosistem jalur tambahan tersebut lekas normal/ tertutup kembali.

7.      Tidak menggunakan sabun, detergen, odol dan zat kimiawi lainnya di sumber air

Penulis pernah mendaki dengan pendaki yang sangat idealis dengan eco-friendly hiking sehingga mengharamkan keseluruhannya di gunung. Sabun, detergen, odol dan zat kimiawi lainnya baru digunakan setelah tiba/turun di basecamp pintu masuk/keluar pendakian.

8.      Apapun yang dibawa ke gunung harus dibawa turun kembali kecuali feses!!!

Ini adalah prinsip sederhana agar tidak ada sampah yang tertinggal di gunung. Pada kasus pembuangan feses, banyak pendaki juga tidak ramah lingkungan. Mereka membiarkannya di tempat terbuka dan dekat sumber air dimana ketika hujan berpotensi besar untuk terbawa sampai sumber air. Dan bila bukan di musim penghujan tetap juga membahayakan karena bisa terbawa oleh lalat-lalat yang mengerumuni feses dan lalat tersebut hinggap ke makanan para pendaki yang bisa menyebabkan gangguan pencernaan.

9.      Hindari berkontribusi dalam perubahan perilaku satwa

Selain mengganggu satwa, meninggalkan sisa makanan adalah salah satu bentuk merubah perilaku satwa. Satwa menjadi kehilangan naluri berburu/ mencari makanan secara alami karena mulai tergantung dari sisa makanan yang dibuang oleh para pendaki.

Jika menemukan binatang di jalan, biarkanlah, berikanlah tempat yang luas dimana satwa tersebut berada. Jangan mendekati atau mengikutinya, dan jangan memisahkan antara induk dan anaknya. Jika membawa anjing, tetap kendalikan sehingga tidak menyebabkan stres satwa lain. Hindari sumber air saat fajar dan senja, ketika satwa sering pergi ke sumber air untuk bermain, mandi dan minum.

10.   Tanggung jawab terhadap perapian

Jika harus membuat api unggun, buatlah lingkaran api atau galian, dan ingat 3D (dead, downed, and detached) ketika mengumpulkan kayu bakar: memilih hanya kayu yang sudah mati, jatuh ke tanah, dan terserak. Menjaga besaran api (terkontrol/kecil), dan pastikan sudah benar-benar dipadamkan sebelum ditinggalkan tanpa pengawasan.

11.   Membuat tempat berkemah dan sekitar menjadi lebih baik dari sebelumnya

Melakukan operasi bersih melebihi wilayah berkemah, merapikan atau mengalamiahkan kembali wilayah bekas tenda dan sekitaran adalah perilaku ramah lingkungan dari para pendaki yang masih jarang ditemui.

12.   Memlilih waktu pendakian yang agak sepi

Umumnya pendaki akan mengambil cuti untuk pendakian ketika ada hari kejepit atau akhir pekan panjang. Rumus inilah yang menyebabkan disatu waktu pendakian di satu gunung bisa membludak dan melebihi kuota yang telah ditetapkan oleh pihak otoritas. Kondisi ini akan menyebabkan pengendalian dampak terhadap kerusakan gunung akan sulit. Oleh karenanya pendaki yang ramah lingkungan tentunya akan mempertimbangakan waktu pendakian dimana salah satunya adalah memilih waktu pendakian yang agak sepi.

13.   Dahulukan rombongan yang berjalan menanjak

Siapakah yang harus didahulukan? Pendaki yang sedang naik ataukah kita yang lagi turun jika berpapasan? Jawabannya adalah kita harus mendahulukan pendaki yang naik karena mereka memiliki jarak dan sudut pandang yang lebih sempit terhadap jalur yang ada di depannya. Apalagi jika sudut elevasi jalur yang dilalui cukup ekstrim, otomatis jarak dan sudut pandang untuk melihat jalur di depan akan semakin sempit. Selain itu, para pendaki yang naik juga lebih berat dalam berjuang membawa kerilnya. Hal tersebut tentu berbeda bagi pendaki yang sedang turun gunung yang bisa melihat secara luas jalur yang akan mereka lalui karena letak jalur yang berada di bawah posisi mereka dan beban pendakian mereka juga tidak terlalu terasa karena jalan yang dilalui menurun. Jadi, jika sedang turun gunung lalu kemudian kita berpapasan dengan pendaki yang sedang naik, alangkah baiknya untuk berhenti sejenak dan sedikit menepi agar pendaki yang sedang naik mendapatkan ruang yang luas untuk melewati tanjakan tersebut.

14.   Mengamalkan prinsip leave no trace

a.      Perencanaan dan persiapan yang memadai
b.      Berjalan dan mendirikan tenda di permukaan yang keras
c.      Buang sampah dengan benar, dalam artian ketika sudah turun gunung
d.     Tinggalkan apa yang ditemukan, artinya tidak membawa pulang apa-apa yang menarik yang ditemukan di gunung
e.      Minimalkan dampak api unggun
f.       Menjaga eksistensi satwa liar
g.     Perhatian pada pendaki lain, tidak hanya soal health and safety, tetapi juga perilaku mereka apakah sudah ramah lingkungan atau tidak.

15.   Kampanye kecil-kecilan

Bila bertemu dengan rombongan lain cobalah bersosialisasi dan mulai mengkampanyekan pendakian ramah lingkungan ini dengan cara yang paling tepat sesuai situasi dan kondisi kala itu. Mari menjadi sumber/virus penyebar pendakian ramah lingkungan ini.

16.   Berkomunitas atau berorganisasi

Untuk hasil yang lebih maksimal dan massif, maka penting untuk pendaki yang telah sadar dan mempraktekkan pendakian ramah lingkungan ini untuk terjun dalam komunitas atau organisasi yang telah ada. Membentuk sendiri komunitas, gerakan atau organisasi juga menjadi nilai plus karena konsepnya bisa dibuat sendiri sedemikian rupa untuk mempercepat tujuan agar gunung tetap lestari meski terus didaki.

Dengan mengikuti kiat-kiat ini, pendaki tidak hanya akan mengurangi pengaruh buruk pada lingkungan, pendaki juga akan mendorong pendaki lain untuk melakukan hal yang sama. Sedangkan konsekwensi dan kompensasi apa yang harus diterima bila pendaki melanggar atau melakukan pendakian yang tidak ramah lingkungan (mengakibatkan kerusakan alam)? Silahkan ditelusuri link di bawah ini:

1.      Pembakar hutan



2.      Pencemar air, tanah dan udara



http://situscoplug.blogspot.co.id/2011/12/penerapan-sanksi-terhadap-pencemaran.html#!/2011/12/penerapan-sanksi-terhadap-pencemaran.html

3.      Aturan lainnya






Tidak ada komentar: