Selasa, 14 Oktober 2008

Rest in peace

Hari demi hari terus berganti. Seperti aliran sungai di sepanjang punggungan raung
ketika ku mendaki di senja itu. Senja Sandikala. Awal ihwal perjalanan para dedemit.
Terbukanya lembah para lelembut.

Sepanjang perjalanan itu aku terus mengucapkan sumpah serapah bahwa tiada yang dapat
menghentikan perjalanan ini. Kakiku telah mengeras. Pundakku telah membatu. Tenagaku
seperti gajah sewu. Aku lupa janji untuk pulang. Menemuimu yang menunggu.

Kedamaian telah kutemukan. Hanya punggungan dan tebing yang menyemarakkan lamunanku.
Hanya puncak dan puncak yang mampu membuatku menjadi lelaki. Kematian tidak terhiraukan.
Gejala sakit tidak terasakan. Aku menjadi lelaki rimba. Pecinta alam 'Sunyi". Puncak abadi.
Tempat para Dewa berkelakar.

Aku malu berada dalam hidup anti klimaks. Kebanggaanku ada pada cerita derita. Lembah sunyi.
Tempat yang tepat untuk meletakkan punggung ini. Tentunya pada rerumputan yang hijau.
Tebing hening. Tempat menanggalkan keraguan dan ketakutanku. Tentunya pada bebatuan putih.
Menahun. Purba.

2 komentar:

Muhammad Ayub mengatakan...

ass.wr.wb mas ipul

q punya blog baru nih isinya foto-2

http://alam-indonesia.blogspot.com

pendakirewel mengatakan...

ok, sipp bro..