Selasa, 14 Oktober 2008

Perjalanan ke-27 Ramadan 1429 H di Penanggungan (Bagian 1)

Kegelisahan yang muncul di dalam hati merupakan suatu kewajaran dalam mengarungi variasi kehidupan.
Tidak terkecuali dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan 1429 H ini, ingin rasanya menghabiskan
satu kali waktu di sebuah tempat yang sunyi lagi tinggi-puncak sebuah gunung.

Pertengahan Ramadan, penulis menerima sebuah pesan singkat dari seorang guru sekaligus kawan pendaki,
Mr Mamad, yang menanyakan apakah ada rencana penulis untuk menghabiskan satu kali waktu di gunung saat Ramadan ini.
Membaca pesan singkat tersebut penulis menangkap ini adalah stimulus dari Mr Mamad untuk mengajak penulis ke
gunung di Ramadan ini sehingga penulis membalas dengan balik bertanya kapan Mr Mamad ada rencana ke gunung.
Ternyata Mr Mamad tidak ada rencana ke gunung di Ramadan kali ini.

Saya mengerti keadaan Mr Mamad. Beliau disibukkan oleh rutinitas bengkel elektronik, namun kerinduan dan kecintaan
pada gunung tidak pernah terlupakan oleh rutinitas tersebut yang tentunya di kala Ramadan ini sedang
puncak-puncaknya. Oleh karena itu beliau ingin mencoba mengobati kerinduan dan menawarkan cinta tersebut melalui
cerita dari kawan yang telah menghabiskan satu kali waktu di gunung saat Ramadan ini.

"Setiap pecinta pasti akan bercengkerama dengan yang dicintai meski hanya sekali.
Sang perindu tentu akan bertemu dengan yang dimaksud meski hanya dalam mimpi".

Prinsip hidup ini begitu mengemuka bagi penulis. Perjalanan hidup penulis yang seperempat abad ini dipenuhi dengan
kecintaan terhadap gunung dan kerinduan terhadapnya ketika berpisah untuk kembali pada rutinitas hidup.

Akhir Ramadan penulis menerima pesan singkat dari guru dan kawan mendaki-Sang Pengurai Hikmah, Om Jawul.
Sebenarnya waktu yang ditawarkan di pesan singkat itu agak sulit untuk penulis penuhi karena penulis
harus pulang kampung sehari atau dua hari sebelum lebaran. Maklum di rumah hanya ada Bapak dan Ibu saja
(kakak sudah berumah tangga) sehingga penulis khawatir kedua orang tua akan protes karena momen Ramadan tidak
banyak waktu dengan penulis.

Malam ke-28 direncanakan di puncak Penanggungan, namun karena penulis tahu kesibukan Om Jawul di Kantor PLN Mojosari
dan awal Ramadan penulis telah pulang selama 2 hari maka penulis pun setuju. Tetapi 2 hari berikutnya Om Jawul
mengirim pesan singkat lagi bahwa sebaiknya malam ke-27 dan saya pun setuju.

Hadist Nabi SAW
Dari Muawiyah bin Abu Sufyan RA dari Nabi SAW, beliau bersabda tentang malam Lailatul Qadar: "Lailatul Qadar
itu ialah pada malam 27". Diriwayatkan oleh Abu Daud, dan yang rajih adalah mauquf. Dan telah berselisih tentang
menetapkan malam Lailatul Qadar itu hingga 40 qaul yang dicatat dari Fathul-Bary (Tarjamah Bulughul Maram).

Malam Lailatul Qadar, adalah suatu malam di mana do'a-do'a kita pasti dikabulkan, dan ibadah pada malam itu pahalanya
sama dengan ibadah 1.000 bulan.

Penulis berpikir alangkah baiknya momen langka ini juga dialami kawan-kawan yang lain, baik dari alumni Semeru 2008
atau kawan-kawan yang lain. Penulis pun mengirim pesan singkat pada kawan-kawan tersebut yang tentunya nomor
handphone-nya tersimpan di phonebook penulis.

Jadilah komposisi lengkap skuad pendakian berjumlah 12 personil:Om Jawul, Pak Nur, Mas Wadi, Saiful (Penulis),
Umam, Anton, Santo, Gunawan, Hendik, Indra, Duta, dan Hidayat.

Hikmah perjalanan
Om Jawul selalu menekankan tentang peningkatan keimanan dalam setiap kali pendakian. Dalam perspektif Om Jawul
hanya perjalanan dan menghabiskan beberapa waktu di gununglah yang bisa memberikan rangkaian stimulus kuat untuk
tidak pernah lupa dan berhenti memberikan sanjungan kepada Sang Maha Pencipta. Manifestasi yang benar-benar sempurna
dalam persepsi Om Jawul hanya bisa ditemukan di sini (gunung) meskipun disadari bahwa secara umum semua ciptaan
Allah SWT baik yang di air, daratan dan udara adalah sempurna adanya namun itulah persepsi-bersifat khas (pribadi)
dan tidak bisa disalahkan.

Masih menurut Om Jawul, produk diri yang berupa hati yang baik-lembut, peka (sosial) namun tegar secara mandiri
dapat dibentuk di gunung. Rangkaian produksi (input-proses-output) dapat diupayakan sendiri (prinsip kemandirian).
Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa sangat tidak mungkin mencapai puncak tanpa menggunakan langkah sendiri
sehingga kesan yang tercipta lebih mendalam karena proses mulai hulu hingga hilir dijalani sendiri tanpa bantuan
orang lain. Suatu nilai penghargaan terhadap diri sendiri yang jarang diperoleh melalui aktivitas lain.

Tidak ada komentar: