Minggu, 10 November 2013

Pendakian Penanggungan di Bulan Mei 2009

Mendaki bukan hanya untuk menaklukkan (pembuktian) tetapi kadangpula karena untuk menjalin silaturahim dengan kawan-kawan yang lain. Lama tidak bersama dalam pendakian dengan kawan-kawan yang sudah seperti saudara menjadikan alasan kenapa aku tidak perlu bertanya kemana dan akan berapa lama mendaki. Apakah sudah sering mendaki gunung tersebut atau berpikir dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menjadi penting kalau sudah atas nama perkawanan.

Mendaki Gunung Penanggungan di awal Bulan Mei 2009 sebenarnya sangat melelahkan mengingat seminggu yang lalu aku baru selesai mendaki 4 puncak (Welirang, Kembar 1, Kembar 2 dan Arjuno). Namun pendakian kali ini untuk me-restore kembali kemurnian nuraniku karena pendakian ini bersama dengan Om Jawul-kawan sekaligus guru-dan pendaki
yang baru akan memulai pendakian pertamanya dimana sangat butuh berinteraksi dengan orang-orang yang telah banyak makan asam garam gunung dan belantara.

Jadilah Sabtu malam, 2 Mei 2009 kami berduabelas orang melintasi rute Tamiajeng menuju Puncak Penanggungan. Kemudian ketambahan 3 orang yang mengaku berasal dari Sidoarjo.

Suasana cerah secerah hati kami. Kerinduan untuk berbincang di sebuah perjalanan mendaki gunung
tengah dilangsungkan. Om Jawul bercerita pendakian ke Penanggungan 3 minggu yang lalu. Hendy bercerita pendakian ke Arjuno 2 minggu yang lalu. Dan aku bercerita seminggu yang lalu mendaki 4 Puncak: Welirang, Kembar 1, Kembar 2 dan Arjuno. Serta yang lain juga turut menyumbang cerita lainnya. Pendakian Penanggungan ini seakan tiada kehabisan kisah untuk diceritakan dan tentunya bagi kawan-kawan yang baru pertama mendaki situasi ini tentunya sangat mengasyikkan karena dongeng gunung yang masih hangat disajikan secara cuma-cuma untuk mereka nikmati.

Dua jam lebih kemudian sampailah kita di Gubuk. Lho
kok lebih 2 jam? Ya perjalanan ini agak lambat karena salah satu dari 3 kawan dari Sidoarjo yang baru bergabung adalah cewek. Tetapi itu bukan masalah bagi kami.

Seusai melepas lelah di Gubuk, perjalanan dilanjutkan melewati medan menanjak dan
licin jadi rawan terpleset. Tidak lama kemudian sampailah di Puncak Bayangan dimana terdapat puluhan pendaki lain yang telah tiba lebih dulu. Kami juga menghabiskan waktu untuk beristirahat di Puncak Bayangan.

Perjalan
an kembali dilanjutkan bersama rombongan yang telah lebih dulu tiba di Puncak Bayangan. Melewati tanjakan tanah berumput bencana itu terjadi. Di tengah duduk beristirahat Hendy kejatuhan batu tepat di bagian belakang kepala yang tak ayal membuat Hendy kelimpungan menahan rasa sakit. Ternyata kelompok lain yang lebih dulu ke atas kurang baik dalam menjejakkan kaki di batu. Setelah Hendy bisa melanjutkan perjalanan bencana berikutnya terjadi yakni Cherry kejatuhan batu yang lebih besar tepat di pahanya. Sejak kejatuhan batu tersebut otomatis masa depan Cherry suram sampai pulang ke rumah besok. Kenapa begitu, karena sejak kejatuhan batu itu kaki Cherry mengalami trauma otot yang serius sehingga mengakibatkan tidak bisa jalan normal dan ketika berjalan harus menahan rasa teramat sakit.

Setelah 2 jam sejak Cherry kejatuhan batu akhirnya tiba di Puncak Penanggungan sedangkan kawan yang lain telah tiba lebih dulu. Kami langsung mendirikan tenda mengingat malam telah dapat separuh yang berarti hawa dingin akan semakin menusuk. Melewatkan malam sebentar dengan makan malam dan berbincang sebentar dengan kawan-kawan yang lain sebelum kantuk menyerang dan terlelaplah untuk kemudian bangkit kembali sebelum matahari terbit tiba.

Minggu, 3 Mei 2009 kawan-kawan menyambut terbitnya matahari dengan antusias. Beruntung cuaca lagi cerah. Setelah mengabadikan momen dan sarapan kami pun bergegas packing untuk melakukan perjalanan turun lewat Jalur Jolotundo.

Sebelum turun kami memutar dulu mengelilingi puncak. Perjalanan turun lewat Jalur Jolontundo memang wajib waspada karena sangat curam dan licin sehingga rawan
terpleset jatuh. Untuk itu berkali-kali Om Jawul mengingatkan untuk selalu waspada dan tidak terburu-buru apalagi lagi sampai turun dengan cara berlari.

sejam lebih kemudian sampailah kami di Candi Sinta. Sebuah situs peninggalan masa lalu. Kami berlama-lama di Candi Putri. Dan kemudian berusaha mencapai Wisata Jolotundo secepat mungkin karena siang sangat menyengat.

Dalam catatan ini patut kuberikan apresiasi atas ketahanan Cherry selama perjalanan turun.
Meski terseok-seok menahan rasa sakit kaki akibat kejatuhan batu malam
sebelumnya tetapi tidak mengurangi semangat dan kemandirian dalam mendaki. Juga kawan-kawan yang lain yang kuyakini akan menjadi pendaki masa depan dan nantinya akan menceritakan banyak kisah pendakian hebat padaku ketika aku sudah tidak sanggup lagi melakukan pendakian hebat.

Diceritakan oleh
Saiful Darwi "
www.pendakirewel.blogspot.com"
Mereka yang ada dalam peristiwa ini:
Om Djawoel, Hendy, Laksa, Cherry, Dio, Agung, Alfian, Aan Firash, Mashudi, Willy Kuswanto, Heru

Tidak ada komentar: