Pertama, dataran rendah tidak lagi bisa
memenuhi kebutuhan (ketamakan) manusia. Hunian manusia dan area pertanian di
dataran rendah semakin sempit sehingga manusia merambah dataran tinggi untuk
membuat rumah dan membuka areal pertanian dan sebagainya. Akibatnya, titik
start pendakian semakin tinggi (semakin mendekati puncak) dan BAGI PENDAKI
ITU ADALAH AKHIR DARI HOBI PENDAKIAN.
Kedua, mendaki gunung identik dengan
merambah hutan. Tetapi data menunjukkan bahwa kerusakan hutan Indonesia sangat
luar biasa seperti kutipan dari sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2011,
“Laju kerusakan hutan masih lebih cepat
dibandingkan dengan laju pemulihannya. Kerusakan hutan sekitar 1,1 juta
hektar per tahun di Indonesia, sedangkan kemampuan pemulihan lahan yang
telah rusak hanya sekitar 0,5 juta hektar per tahun atau laju kerusakan hutan
adalah sekitar 2 persen per tahun.”
Artinya hutan di pegunungan akan semakin
gundul. Apalagi ini diperparah oleh kenyataan bahwa tidak semua gunung
berstatus Taman Hutan Rakyat (Tahura), Cagar Alam atau bahkan Taman
Nasional (TN). Jadi tidak ada perlindungan legal untuk menjaga kelestarian
hutan di gunung. Cobalah rekan-rekan mendaki gunung di Jawa Tengah maka akan
mendapati beberapa gunung dengan kepemilikan hutan gunung yang minim.
Mungkin masih ada fakta lain lagi. Namun jelas kedua fakta
di atas menyuratkan dan menyiratkan pada kita sebagai Penikmat Gunung dan Belantara untuk BURUAN MENDAKI
GUNUNG karena 10 tahun lagi mungkin kegiatan mendaki gunung dengan jalan
kaki selama > 3 hari dalam hutan yang rindang dan teduh akan berstatus ALMARHUM!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar