Senin, 07 Oktober 2013

Mendaki bukan Hobi Monoton namun penuh dengan Multiplier Effect

Hobi Mendaki gunung sering ditertawakan oleh musuh-musuh hobi ini sebagai kegiatan yang tidak banyak manfaat dan monoton (naik terus turun, apa enaknya?).

Tidak dapat dipungkiri secara kasat mata mendaki gunung adalah aktivitas naik kemudian selanjutnya turun. Tetapi jika dicermati dengan seksama ternyata mendaki gunung adalah kegiatan yang kompleks dan tidak pernah ada kata monoton apalagi menjemukan.

Lihatlah kamera-kamera yang dibawa pendaki (ada unsur fotografi). Juga buku-buku catatan perjalanan (ada unsur jurnalistik dan manajemen). Lihatlah beberapa orang yang menjadi sebuah tim (ada pembagian tugas dan kepemimpinan). Lihatlah fisik yang bugar dan sehat.

Tentunya lihatlah jiwa-jiwa yang rapuh di dataran rendah kemudian menjadi kuat dan angkuh terhadap kenyataan ketika telah selesai mencapai ketinggian. Persoalan-persoalan hidup teratasi karena inspirasi dari (pendakian) gunung.

Toksin-toksin (racun, penyakit) hancur lebur bersama kucuran keringat. Anak mami (manja) hilang, muncullah anak alam (mandiri).

Sang Pengecut bertransformasi menjadi Sang Petualang.

Dan tentunya nasionalisme sebagaimana disampaikan Soe hok Gie akan mengakar kuat karena nilai kearifan masyarakat lokal dan nilai kejantanan ketika mendaki berpadu, menggali mendalam nilai-nilai pancasila dan keindonesiaan-nusantara.
Masih menyakini atau terpengaruh oleh pernyataan kegemaran mendaki adalah hobi yang
monoton?

Tidak ada komentar: