Jumat, 19 Desember 2014

Kepercayaan Diri adalah adalah suatu Keniscayaan bagi Pendaki


Era multi, parallel, dan simultan kemajuan di segala bidang dan aktivitas ditandai dengan persaingan dan kemudahan akses untuk mendapatkan segala sesuatu telah merambah dunia persilatan pendakian gunung. Masa ini menghasilkan jumlah pendaki yang sebelumnya mengikuti deret hitung kini menjadi deret ukur. Buktinya, tidak hanya pada momen tertentu saja seperti 17-an Agustus, gunung-gunung yang begitu luas seakan-akan tidak mampu lagi menampung para pendaki. Saat akhir pekan dan/atau ada hari libur nasional bisa dibaca bahwa lalu lintas jalur pendakian akan disesaki pergerakan para pendaki. Pendakian gunung telah menjadi gaya hidup (life style) yang terus menjamur bak di musim hujan.

Fakta ini tentunya adalah berita baik bagi mereka yang selalu mempromosikan tentang pentingnya pendakian untuk memproduksi generasi penerus bangsa yang kuat secara fisik dan mental. Kokoh dari sisi kepemimpinan dan taktis dalam pergerakan individu. Namun di sisi lain, tinggalan sampah dan kerusakan alam sangat mengkhawatirkan. Walaupun kemudian banyak bermunculan aktivis dengan aksi-aksi yang tak kenal lelah mengangkut sampah turun ibarat hujan sehari mengobati kemarau sepanjang tahun.

Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh mengenai deret ukur jumlah pendaki, sampah dan kerusakan alam yang ditimbulkannya seperti yang dipaparkan dalam 2 paragraf di atas. Esai ini ingin mengulas salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh para pendaki, yakni menjadi manusia yang unggul yang ditandai dengan kepercayaan diri. Mereka berbicara, berpenampilan dan berperilaku dengan mengesankan. Manusia dengan tanda-tanda tidak ada guratan ketakutan, kepanikan dan kekhawatiran dalam hidupnya. Manusia yang bercirikan tidak ada garis kesedihan di wajah dan matanya. Ini persis sebagaimana diberitakan dalam Al Quran Surat Yunus Ayat 62-63.

 “Ingatlah, sesungguhnya para wali-wali Allah Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa sedih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertaqwa”. (Yunus: 62-63)

Astaga, ternyata para pendaki bertujuan untuk bisa selevel wali, setidaknya dalam sikap mental mereka karena derajat di SisiNYA adalah rahasiaNYA. Bagaimana caranya untuk mencapai sikap mental selevel wali? Dibawah ini beberapa rahasia untuk menjadi pendaki yang percaya diri.

1.       Jujur dan Malu

Kunci pertama untuk meraih kepercayaan diri adalah jujur terhadap orang lain dan diri sendiri. Kejujuran akan menarik kepercayaan baik dari orang lain dan diri sendiri. Sedangkan malu berbuat tidak benar akan menjaga diri dari sifat ketidakjujuran dan ketidakkepercayaan diri itu sendiri.

2.       Menghormati dan menemukan hikmah (makna tersirat) dari kearifan lokal dan mitos yang ditemui di gunung

Ciri khas pendaki gunung adalah bijak, rendah hati dan mampu bergaul dengan masyarakat lokal. Pendaki harus menghormati kearifan lokal dan mengambil hikmah dari mitos-mitos dan bukan menghardik warga lokal atau pendaki lain yang menyampaikan adanya mitos dan kearifan lokal tersebut. Dan mampu memberikan penafsiran yang tepat ketika ada pertanyaan dari pendaki lain .

3.       Mengendalikan diri untuk tidak selalu terbawa arus mainstream baik dari segi fashion, gear, cara pendakian dan pembawaan diri. Akan semakin baik untuk kepercayaan diri bila mampu menemukan ciri khas dari segi fashion, gear, cara pendakian dan pembawaan diri dengan catatan tidak merusak/merugikan diri sendiri.

4.       Mengutamakan kelestarian alam, keselamatan, kebersamaan dan memitigasi dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pendakian yang dilakukan. Tipis sekali membedakan antara nekat dan pemberani. Namun nafas dan langkah safety yang akan menunjukkan perbedaan keduanya.

5.       Menambah dan terus mengupayakan peningkatan kemampuan sebagai seorang pendaki dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari setiap kegiatan pendakian (bukan hanya puncak gunung). Termasuk memperluas jaringan baik individu dan organisasi sesama penggiat gunung dan belantara.

Dahulu mungkin dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk seorang pendaki memiliki pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, peralatan dan jaringan yang memadai. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan saat ini dimana pengetahuan dan informasi bisa dengan mudah diakses entah dari searching engine semacam google, yahoo dan youtube atau melalui komunitas-komunitas yang ada. Beberapa Taman Nasional juga telah merilis situs di internet seperti www.gedepangrango.org , www.bromotenggersemeru.org , www.tnrinjani.net , www.gunungleuser.or.id , www.halimunsalak.org , www.tngunungmerapi.org , dan lain-lain.

6.       Mengoptimalkan manfaat berkhalwat di gunung dengan berkontemplasi, muhasabah dan membuat resolusi untuk masa depan sekaligus menyusun strategi untuk mencapainya.

7.       Menguasai bidang atau profesi tertentu dan mengamankan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarga.
Silahkan corat-coret di kolom komen (menambahkan) bila masih ada rahasia lain yang belum terungkap disini untuk menjadi pendaki yang percaya diri. Selevel wali.

Tidak ada komentar: