Jumat, 19 Desember 2014

Pendakian Gunung Penanggungan – Semeru – Rinjani – Agung

Misi : Pendakian Gunung Penanggungan – Semeru – Rinjani – Agung
Waktu : 13 Agustus 2008 – Akhir Agustus 2008
Pendaki
Nama Akta Lahir : Saiful Amin
Nama hidup : Lelaki Sunyi

Lafadz pendakianku:
Demi udara yang terus ku hirup
Demi risalah hati yang terus ku cari
Kuyakinkan diri bahwa hanya pada gunung udara paling murni bersemayam dan segala definisi hidup
terurai!

Sepenggal Prolog
Assalamu’alaikum, selamat pagi Indonesia, semoga ketenangan alam lestari!

Innalhamdalillah. Sesungguhnya kesejatian sanjungan hanya milik Allah SWT. Meskipun demikian atas kemurahanNya pujian dapat disematkan bibir kepada segala manifestasi Allah SWT yang sungguh berkesan dan meninggalkan hikmah panjang, gunung!

Allahumma shalli wasallim ‘ala sayyidina Muhammad SAW. Shalawat salam atas kesempurnaan contoh Muhammad SAW kepada umatnya, tidak pernah terlupa selalu menghuni peringkat kedua setelah sanjungan kepada Allah SWT. Seorang hamba yang mengawali proses kenabiannya melalui khalwat di dalam gua dimana gua merupakan bagian dari alam yang patut dilestarikan keberadaannya. Dan nabi telah menunjukkan bukti keistimewaan berkhalwat di dalam gua!

Penulis tidak tahu pasti kapan mulai jatuh cinta pada gunung. Awal-awal perkuliahan tahun 2001 tidak banyak perubahan persepsi penulis terhadap gunung. Hanya setelah tahun-tahun berikutnya di organisasi sering kali dilakukan kegiatan lintas alam yang menyebabkan penulis merasa jenuh di akhir masa kuliah. Namun di tahun 2003, ada kawan yang sempat mengajak penulis untuk mendaki gunung Arjuna (3.339 m dpl). Jadilah itu pengalaman pertama mendaki gunung.

Seiring dengan banyaknya hobi yang pernah penulis coba dan pengalaman-pengalaman yang organisasi berikan kepada penulis sampailah penulis pada kesimpulan ketertarikan penulis pada gunung bahwa hanya pada gunung udara paling murni bersemayam dan segala definisi hidup terurai. Artinya sumber utama risalah (baca: pertanyaan hidup) hanya gununglah yang mampu menjawab kompleksitas dari segala esensi kegemaran (hobi). Ruh dan nur yang bersemayam di gunung sungguh tiada duanya. Sempurna!

Runtutan waktu sampailah penulis pada kondisi yang sungguh luar biasa. Kegilaan penulis terhadap gunung benar-benar mencapai puncaknya. Kegilaan ini tidak muncul tiba-tiba, namun dipengaruhi kondisi internal dan eksternal yang tidak semua disampaikan di catatan pendakian Agustus 2008 karena bersifat sangat pribadi.

Kondisi internal yang dialami oleh penulis adalah adanya kesadaran untuk terus meng-up grade kompetensi penulis sebagai seorang pendaki. Bagi penulis, prinsip memahami gunung adalah prinsip learning by doing. Artinya ilmu gunung tidak diperoleh dari bangku formal meskipun ada diklat pecinta alam namun pengalaman pribadi penulis menunjukkan diklat formal hanya sekedar numpang lewat saja dan hanya berfungsi menambah perbendaharaan wawasan tanpa mengintervensi proses pembentukan diri. Oleh karena itu penulis meningkatkan target gunung yang harus didaki di tahun 2008 mencapai 10 gunung dengan kuantitas dan kualitas beragam. Proses merintis memang jauh dari sempurna namun perintis selalu terabadikan oleh jaman.

Sedangkan kondisi eksternal dipengaruhi oleh berbagai peristiwa-peristiwa kecil. Seperti hilangnya beberapa sahabat karena mendapat pekerjaan di lokasi yang jauh atau akibat adanya pernikahan sehingga menyebabkan komunikasi menjadi berkurang signifikan.

Akhirnya, sampailah penulis pada misi terberat dan tersulit pada tataran persepsi kontemporer yaitu mendaki gunung Penanggungan (Jawa Timur), gunung Semeru (Jawa Timur), gunung Rinjani (pulau Lombok), dan gunung Agung (pulau Bali) di pertengahan bulan Agustus 2008. Berat dan sulit karena minim budget, minim informasi, minim waktu dan minim kompetensi sebagai seorang pendaki.

Tentunya dengan perencanaan dan hati yang pasrah mengikuti petunjuk dan iradah Allah SWT dalam menjalankan ciptaanNya, penulis pun berangkat pada tanggal 13 Agustus 2008 dari Surabaya. Misi ini pada akhirnya diselesaikan pada akhir Agustus, tepatnya 29 Agustus 2008. Maha Suci Allah SWT yang telah menjalankan ciptaanNya sehingga dengan tuntunan dan perlindunganNya penulis akhirnya pulang dengan selamat tidak kurang suatu apapun.

Meskipun Allah SWT-lah dalang utamanya, namun manifestasiNya dalam keberhasilan pendakian ini tidak bisa dikesampingkan. Oleh karenanya, penulis sangat berterimakasih kepada kawan-kawan pendaki, sobat-sobat pecinta alam dan teman yang bertemu di perjalanan yang tidak terduga sebelumnya. Sungguh kuasa Allah SWT berada di atas segalanya.

Pertama penulis sebut Om Jawul beserta keluarga (termasuk Ayub dan Heru). Semoga ketenangan hati terus lestari! Sungguh suatu kebanggaan bisa mendaki dengan Om Jawul. Saya melihat adanya ruang dan waktu yang teramat istimewa menjadi katalis proses pembentukan Om Jawul sehingga menjadi pribadi yang mengagumkan. Teramat mahir dalam melihat dan memposisikan diri pada segala situasi. Pemikiran mulia-realis penulis tangkap di sepanjang obrolan yang menghiasi derap langkah kita menuju dan pulang di pendakian Semeru. Kadangkala penulis berpikir hikmah perjalanan yang paling mudah diperoleh tanpa harus berpikir keras atau berada dalam situasi yang keras adalah mendengarkan Sang Pengalaman berbicara pada kita. Dan itu penulis temukan dalam pembicaraan Om Jawul. Tidak kalah pentingnya penulis sampaikan terima kasih atas include-nya perjalanan dan logistik sehingga penulis bisa berhemat perbekalan menuju gunung Rinjani dan gunung Agung yang memang terbatas. Semoga penulis diberi kesempatan untuk membalas kebaikan Om Jawul!

Kedua, penulis sampaikan terima kasih atas kebaikan Gemblung sekeluarga dalam perannya mengupayakan informasi, tiket dengan harga miring dan menghubungkan penulis dengan staf bus-Mas Imam dan polhut Sembalun-Mas Pri sehingga penulis bisa berangkat ke Rinjani dengan hati yang mantap. Tumpangan selama penulis menunggu keberangkatan bus tidak pernah penulis lupakan.

Mas Imam sekeluarga atas keramahan, tumpangan, dan perlindungannya meski di tengah kondisi sulit, membuat penulis mengerti dan melahirkan refresh pemahaman akan sebuah persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia.

Dukungan moril! Doa-doa dari kawan-kawan PLN Mojosari (Mas Wadi dan Mas Ikhsan), Mas Sholeh, Mas Slamet, kawan-kawan MENWA (P. Sugiharto, P. Santo dan P. Mashudi), kawan-kawan Sidoarjo (Hendy, Indra, Doni, Taufik), kawan-kawan pendakian Semeru lainnya (Santoso, Gunawan), Nyong, Cak Hilmi, Joyo, dan kawan-kawan survei Solusi Prima/SP mengawali keberangkatan, di tengah perjalanan dan sampai penulis kembali lagi sungguh menegarkan dan menguatkan fisik dan mental penulis dikala menempuh perjalanan sendiri menuju rimba belantara dan bebatuan pegunungan.

Mas Pri beserta keluarga besar Polhut Sembalun atas informasi, kebaikan dan keramahan yang sangat menenangkan perjalanan yang sungguh melelahkan dan seringkali berlangsung dalam kondisi penat. Terima kasih tiket masuk gratisnya Mas! Itu sangat membantu budget saya yang memang sangat terbatas sekali.

Tentunya tidak sah jika saya tidak menyebut teman seperjalanan saya menuju tempat dimana Dewi Anjani menghabiskan hari-harinya, Mr Aik, wisatawan dari Negeri Singa, Singapura. Inilah pengalaman pertama saya menjadi guide bagi pendaki dari luar negeri. Berbekal bahasa Inggris yang kocar-kacir senang rasanya bisa berkomunikasi dengan Anda di sepanjang perjalanan menuju dan pulang dari puncak Rinjani. Ternyata Anda sangat kuat dalam mendaki dan kuat juga dalam makan. Terima kasih atas traktir makan malamnya di Kota Mataram. Kita ternyata sama-sama doyan makan he... he... he... Maaf saya tidak bisa menemani ke Pantai Senggigi,terbatasnya waktu membuat saya hanya bisa meluangkan waktu sebentar di tempat tersebut sehingga saya takut mengecewakan Anda.

Bapak Polisi Ida Bagus Astawa atas kemudahan perijinan mendaki Gunung Agung dan juga tumpangan menginap di kantor Polsek Pura Besakih. Saya tahu sulit mengijinkan pendaki yang mendaki untuk pertama kalinya di Gunung Agung dan mendaki sendiri setelah adanya kejadian kematian 3 pendaki bulan lalu. Terima kasih atas kepercayaannya.

Beli Putu sekeluarga. Seorang guide yang berhati mulia. Memberi tumpangan menginap dan makanan selama menunggu kendaraan menuju Terminal Klungkung. Terima kasih juga atas acara jalan-jalan ke sumber air Arca. Selama berhari-hari belum pernah penulis bertemu dengan air sebening dan sesegar itu. Kabari penulis jika jadi ke Surabaya. Penulis tidak sabar ingin membalas kebaikan Beli Putu!

Kawan sevisi, contoh kesabaran dan guru alam penulis Mas Evil Face (Harry Prans) yang tidak pernah bosan dengan kedatangan penulis yang selalu merepotkan. Sungguh tidak terduga kalau ada acara diklat. Kalau tahu begitu maka misi petualangan ini akan berakhir ketika diklat itu berakhir juga. Sayang sekali karena penulis telah berjanji untuk mendampingi petugas Bank Indonesia (BI) untuk melakukan kegiatan survey lapangan di Lamongan. Mungkin kegiatan berikutnya. Penulis harapkan undangan pembukaan jalur Raung jilid II! Sorry, kemarin di Rowo Bayu saya hanya bisa jadi penonton saja ketika 4 cewek kesurupan-penulis merasa personil yang lain sudah sangat sigap dengan situasi yang terjadi hanya saja proses selanjutnya yang terlihat adalah kepanikan yang berlebihan.

Terima kasih juga penulis haturkan bagi pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam tulisan ini, seperti beberapa orang yang menunjukkan jalan yang benar ketika penulis tersesat di pendakian gunung Penanjakan dan gunung Agung. Semoga kebaikan itu menjadi katalis positif menuju perubahan batin dan perilaku yang mencerminkan kesempurnaan makhluk Tuhan yang paling mulia. Amien!

Tiada sesuatupun yang sempurna di dunia ini. Oleh karenanya proses belajar ini tidak akan pernah berhenti. Kritik pedas-konstruktif sangat penulis harapkan. Teguran menggugah sangat penulis nanti-nantikan. Sebagai katalis, tentunya penulis berharap menemukan dan bertemu dengan dimensi ruang dan waktu dengan manusia-manusia istimewa yang pada akhirnya merevolusi segala kejumudan diri penulis. Semoga!

Dasar keinginan
Ketidakpuasan lahir batin terhadap skenario pendakian yang selama ini telah dilakukan penulis. Bentuk ketidakpuasan tersebut adalah terlalu monoton (satu gunung terdaki lantas pulang), masih terbelenggu di wilayah Jawa Timur, menyebabkan pengalaman kurang beragam.

Faktor pendukung
Feeling yang dirasakan cukup baik dan diyakini dengan niat dan keinginan yang menggebu-gebu diharapkan seluruh kendala yang dihadapi dapat diatasi.

Target Tempat dan Waktu
Target tempat adalah:
1. Gunung Penanggungan
Lokasi: Trawas Mojokerto
2. Gunung Semeru
Lokasi: Ranupane Lumajang
3. Gunung Agung
Lokasi: Pura Besakih Bali
4. Gunung Rinjani
Lokasi: Sembalun Lawang Lombok

Target waktu yang diharapkan adalah mulai tanggal 13 Agustus 2008 sampai akhir Agustus 2008. Keyakinan penulis adalah pergerakan manusia telah ada yang menuntun, yaitu Sang Pencipta sehingga kapan mulai dan kapan selesai murni menjadi iradahNya. Penulis hanya menjalani dan berusaha
semaksimal mungkin untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

Realitas!
13 Agustus 2008
Pagi yang cerah dengan semangat yang menggebu-gebu mengawali perjalanan misi pendakian di pertengahan Agustus 2008. Setelah 4 jam berkutat dengan transportasi dari Surabaya akhirnya sampailah pada perjalanan kaki menunju puncak gunung Penanggungan dari jalur Tamiajeng Trawas Mojokerto.

Perjalanan kali ini sungguh di luar dugaan. Hal ini terkait dengan kondisi cuaca yang sungguh bertolak belakang dengan data terakhir dimana sudah berbulan-bulan tidak turun hujan, namun hari ini hujan turun dengan deras. Kondisi ini diperparah dengan kealpaan penulis dengan jalur sehingga penulis tersesat, meskipun semuanya masih bisa dikondisikan.Ada seorang tua yang menunjukkan jalan ke jalur yang benar.

Perjalanan ke puncak yang seharusnya dapat ditempuh antara 4 jam sampai dengan 5 jam harus molor sampai 6 jam karena becek dan menunggu hujan reda.

Ke puncak penulis harus mendaki sendiri dan untuk beberapa lama sendirian bersama kesunyian di puncak, namun akhirnya tiba 4 personil dari Mojokerto tepatnya dari Desa Lebaksono Kecamatan Mojosari. “Semoga kita semua mendapatkan ketenangan hati yang lestari dan mengambil hikmah dari perjalanan di Gunung Penanggunan bukan malah sebaliknya Brow!”.

Kondisi tidak kalah hebat terjadi di puncak dimana terjadi kabut tebal dan sebagian malam diisi dengan turun hujan deras.Ini pertama kali di musim kemarau matahari tidak mampu menembus tebalnya kabut puncak Gunung Penanggungan sampai pukul 07.00 WIB.

Sebelum turun penulis harus jemur perlengkapan dulu karena kebasahan.

Menuruni Gunung Penanggungan memang harus ekstra hati-hati mengingat jalanan licin usai hujan semalam. Kemiringan dan kerikil bebatuan juga patut dicermati oleh langkah kaki.

Akhirnya sampai juga di jalan raya menuju Mojosari Mojokerto. Namun ternyata angkutan umum menjadi barang langka di jalur ini. Kami pun berjalan kaki sambil seseali dapat tumpangan dari sopir truk yang berbaik hati. Sesampai di rumah Rojek di desa Lebaksono permasalahan transportasi dapat teratasi. Rojek sendiri yang mengantarkanku ke Kantor PLN Mojosari. Janji penulis untuk bertemu dengan kawan dari Mojokerto (Om Jawul) dapat terpenuhi tepat minus 1 jam di 14 Agustus 2008. Terima kasih Rojek!

15 Agustus 2008
Sungguh perbuatan baik akan mendapat perlakuan baik di saat yang tak terduga. Benar adanya, bahwa sifat baik akan bertemu dengan sifat yang lebih baik karena itu bagian dari proses belajar di mana Sang Pencipta memberikan contoh bukan teori, lemma, atau formula. Kondisi ini kutemukan ketika berjumpa dengan Om Jawul!

Di rumah om Jawul telah berkumpul 7 orang termasuk aku. Pagi ini kita meluncur dengan menggunakan Mobil Willis Om Jawul. Menjelang sore hari kita telah sampai di Ranupane dan berjalan kaki menuju Ranukumbolo!

Setelah digabungkan dengan teman-teman yang lain yang janji ketemu di pasar Tumpang Malang maka keseluruhan skuad menjadi 14 personil. Sungguh kemeriahan yang langka terjadi. Apalagi dalam sebuah pendakian gunung tertinggi di tanah Jawadwipa. Akhirnya, menjelang malam kita sampai di Ranukumbolo dan mendirikan tenda di situ. Kita (Aku, Heru dan Santoso) ngegosip sampai dini hari!

16 Agustus 2008
Pagi hari yang cerah! Ranukumbolo menawarkan eksotika alam yang berbeda.

Agenda hari ini adalah jalan kaki menuju Arcopodo sebelum ngetrek ke Mahameru.

Perjalanan ini dipenuhi semangat dan optimisme. Di sepanjang perjalanan berkali-kali letupan Mahameru seakan berkata “Bersegeralah, tidakkah engkau mencium aroma pembakaran maha murni ini!”

Usai melewati beberapa pos pendakian di antaranya Oro-oro Ombo, Cemara Kandang, Jambangan dan Kalimati, akhirnya sampailah di Arcopodo. Sebuah tempat yang dicapai setelah melakukan perjalanan dengan trek yang spesial. Di sini kita mendirikan tenda dan santai menunggu dini hari.

17 Agustus 2008
Maha suci Allah SWT dengan segala pertandanya. Anugerah ini sungguh tiada tara. Bertepatan dengan malam 17 Agustus 2008 adalah bulan purnama dan juga malam Nisfu Sya’ban. Sungguh momen mulia yang langka. Apalagi dini hari ini kita disuguhi pemandangan dari salah satu fenomena alam yaitu gerhana bulan. Juga syukur tiada terkira karena penulis ternyata mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pendakian yang sungguh luar biasa. Ketahanan dan kecepatan yang sangat penulis idam-idamkan tercapai di tempat ini. Awal dari suatu proses atau pencapai dari serangkaian proses tidaklah penting. Esensi telah tercapai meski bagaimanapun keadaannya. Sekarang terjadi badai di puncak Semeru, Mahameru! Penulis berhasil mencapai titik tengah puncak sendirian meski dengan berjalan mundur karena pasir bertebaran tiada henti.
Badai yang tidak pernah berhenti sehingga menghentikan segala rencana manusia yang ada di sini. Semua yang merasa sudah tidak mampu bertahan di Mahameru dipersilahkan turun!

Dalam kondisi yang sulit untuk bertahan karena badai yang menerbangkan pasir. Dingin yang membekukan jemari namun keinginan penulis untuk mengabadikan momen 17 Agustus 2008 di Mahameru tidak terhentikan!

Hikmah!
Dimana ada keinginan di situ ada jalan. Dimana ada harap tulus di situ ada pertolongan. Logika tidak akan mampu menjelaskan bagaimana Sang Pencipta menuntun ciptaanNya. Itulah yang penulis rasakan ketika menuju Rinjani dan Agung!

19 - 20 Agustus 2008
Perjalanan ini sesungguhnya yang memberatkan langkahku. Ongkos yang mahal dan harus berada dalam kondisi dan posisi yang tidak nyaman: duduk di bangku bus!
Ya, perjalanan dari Surabaya ke Mataram berlangsung lama karena terjadi gelombang besar di selat Bali sehingga harus menunggu selat Bali dibuka. Malam jam Sembilan akhirnya sampai di Terminal Mataram dan malam ini aku menginap di rumah Mas Imam, Kondektur Bus.

21 Agustus 2008
Setelah dua kali pindah angkot dari terminal Mataram akhirnya sampailah di Resort perhutani Sembalun! Ketika mempersiapkan segala yang diperlukan untuk mendaki Rinjani tiba-tiba Turis dari Singapura Mr Ong Poh Aik datang. Sesuai dengan prosedur keamanan turis maka dibutuhkan minimal seorang guide dan porter. Karena kebaikan Mas Pri (Polhut Resort Sembalun) maka Mr Aik hanya membayar seorang porter dan aku menjadi guide-nya.

Pukul 2 siang waktu setempat kita baru memulai perjalanan sehingga pukul 10 malam kita baru sampai di Pelawangan Sembalun.
Bukit penyesalan dan bukit Bak-bakan (semoga tidak salah sebut) sungguh mengesankan. Bukit dengan pepohonan yang sangat jarang sehingga ketika angin kencang bertiup sungguh sangat terasa di perjalanan malam ini.
Tapi bagi seorang pendaki bukankah suatu hal yang wajar bertemu dengan trekking, kabut tebal, angin menderu, tebing curam, hujan dan kadang-kadang gas beracun?

22 Agustus 2008
Jam 3 pagi kita meluncur menuju puncak. Sungguh diluar dugaan. Rinjani memiliki jalur yang lebih panjang bila dibandingkan Arcopodo menuju Mahameru. Dengan berbekal sepotong roti (karena kupikir tidak jauh beda dengan Semeru) aku terus berjalan mendaki. Dengan perjuangan demi mendapatkan sunrise di puncak maka perjuangan ini tidak mengenal kata menyerah. Sebelum matahari terbit sampailah aku di puncak!

Hanya rasa syukur yang memenuhi benakku. Allah SWT Maha Mengetahui segala keinginan kuat hambaNya. Pengorbanan ini terbayar sudah!

Maha Suci Allah dengan segala Maha EksotikaNya. Sungguh hanya mereka yang memiliki kesungguhan dan ketulusan dalam pendakian saja yang akan selalu diberikan anugerah menyaksikan Maha Penciptaan Maha Sempurna!

Pantang menyerah. Terjatuh namun bangkit kembali! Terus begitu sampai puncak terdaki!

Hal lain yang menarik dari Rinjani adalah mengenai sumber air yang terdapat di sepanjang jalur pendakian Rinjani. Tanpa mengabaikan ketahanan fisik para pecinta alam terhadap segala ketidaknyamanan penulis informasikan bahwa hanya di Pos III dan Pelawangan Sembalun yang terdapat air yang layak untuk dikonsumsi. Khusus sumber air di Pelawangan Sembalun memiliki kualitas yang sangat baik sampai-sampai dipercaya mampu membuat kulit menjadi lebih muda. Wallahu a’lam bisshawwab!

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Danau Segara Anak. Jalur ini sungguh curam dan saat ini dipenuhi kabut tebal dengan jarak pandang 5 meter sampai dengan 10 meter. Perjalanan mencapai 2 jam lebih!

Sesampai di Danau Segara Anak tidak lama kemudian turun hujan dan kabut semakin tebal sehingga diputuskan untuk berkemah!

23 Agustus 2008
Pagi buta kita sudah dalam perjalanan dari Segara Anak menuju Pelawangan Senaru! Pukul 8 pagi kita sampai di Pelawangan Senaru!

Setelah menempuh perjalanan dengan hutan basah kita akhirnya sampai di Pos Perijinan Senaru jam 2 siang!

Alhamdullillah akhirnya sampai. Dan perjalanan dilanjutkan ke Bali ke Gunung Agung tetapi sebelumnya mampir ke rumah Mas Imam buat bermalam dan pantai Senggigi!

25 Agustus 2008
Bali adalah sebuah pulau dengan religiusitas yang sangat kental. Apalagi penulis datang bertepatan dengan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Jadi, suasana upacara keagamaan tidak terhitung banyaknya penulis temui. Tak terkecuali di pura terbesar di Pulau Bali, Pura Besakih.Setelah menempuh perjalanan 7 jam sampailah penulis di Pura Besakih dan beruntuk polisi penjaga perijinan tidak memungut seperserpun biaya masuk mendaki Gunung Agung dan mempersilahkan untuk menginap semalam sebelum esok pagi memulai pendakian.

26 Agustus 2008
Pagi pukul 08.00 waktu setempat penulis mulai perjalanan menuju puncak Gunung Agung. Bayangan yang ada di benak penulis adalah bahwa Gunung Agung adalah gunung yang harus diwaspadai dari sisi kereligiusan masyarakat di kawasan Gunung Agung. Kereligiusan ini menurut penulis lebih terbangun karena unsur ketakutan (punishment) dari pada unsur imbalan (reward). Hal ini terkait informasi yang sampai pada penulis sebelum melakukan pendakian ini. Meski demikian penulis menguatkan dan menetapkan hati untuk terus mendaki apapun yang terjadi.

Setelah berjalan 3 jam dalam hutan basah akhirnya penulis melihat sebuah papan bertuliskan arah menuju Pura Giri Kusuma. Penulis memutuskan beristirahat dan merebus mie instan yang penulis bawa. Karena hanya memasak untuk diri sendiri selang 30 menit penulis telah dalam perjalanan kembali menuju pos berikutnya (sasaran penulis adalah mendirikan tenda di Kori Agung/Batu Besar).

Setelah menempuh perjalanan 3 jam akhirnya penulis sampai di sebuah tempat yang penulis yakini sebagai Kori Agung. Karena agak sedikit ragu dan untuk lebih meyakinkan, penulis mengirim sms kepada Yeti teman dari Universitas Panglima Sudirman Purwokerto mengenai tempat ini. Dan memang benar tempat ini yang disebut Kori Agung. Penulis lihat masih pukul 2 siang. Matahari masih panas menyengat. Suasana di sini sungguh kontras dibandingkan hutan basah yang harus penulis tembus sebelum sampai di Kori Agung. Kabut tebal dan gerimis mewarnai perjalanan menembus hutan tersebut.

Suasana sore ini begitu indah. Maha suci Allah SWT yang memberikan anugerah ini padaku. Seorang diri di suatu tempat mistik yang indah. Sungguh anugerah yang tiada terkira. Aku pun duduk sambil memandangi segala keindahan ini.

Malam pun akhirnya tiba. Kuhabiskan malam ini di dalam tenda seorang diri. Meski begitu hanya sedikit kekhawatiran melintas dalam dadaku. Aku sungguh merasa sangat tenang!

27 Agustus 2008
Pukul 4 pagi terdengar suara dari bawah naik mendekat ke arah tendaku. Dan benar saja 2 orang bule dipandu seorang guide berjalan cepat ke arah tendaku.
Setelah ku sapa ternyata Beli Putu yang menjadi guide-nya. Kami akhirnya bersama-sama menuju puncak.

Dua orang bule itu bernama Diana dan Frank. Dua-duanya berasal dari New York, Amerika Serikat. Sebelum matahari terbit aku telah sampai ke puncak III Agung (Agung memiliki 3 puncak). Alhamdulillah!

Pemandangan di puncak begitu menakjubkan. Di sisi timur tampak Gunung Rinjani. Di sisi barat tampat rangkaian pegunungan Bali dan di seberang sana tampak rangkaian gunung yang ada di Banyuwangi (Raung, Merapi, Ijen, Widodaren, dll).

Setelah satu jam di puncak kami pun memutuskan turun.

Karena aku harus melipat tenda dan membereskan perlengkapanku, dua orang bule itu turun duluan. Dalam proses merapikan bawaanku, penulis diganggu seekor Kera yang cukup agresif dan pemberani. Sudah beberapa kali penulis kejar masih juga kembali mengganggu. Penulis sangat benci dengan kondisi terintimidasi. Tapi akhirnya penulis bisa pergi dengan seluruh barang bawaan. Alhamdulillah!

28 Agustus 2008
Memang sudah dasar nasib, nasibku masih belum jauh dari nuansa hutan. Setelah seharian menempuh perjalanan dari Bali ke Banyuwangi menuju tempat tinggal Mas Evil ternyata aku harus kembali tidur di dalam tenda. Ternyata kedatanganku bertepatan dengan acara diklat yang sudah berlangsung 2 hari yang lalu dan kini waktunya Mas Evil nyusul menemui adik-adiknya. Jadilah masuk hutan lagi, tapi seneng kok suasananya lebih meriah karena banyak orang!

Perjalanan dan perjalanan adalah katalisator terbaik dalam proses transformasi diri!

NB:
- Tulisan ini sangat menjemukan
- Dokumentasi perjalanan ini dapat dilihat di album Penanggungan, Semeru 2008, Rinjani dan Agung


Tidak ada komentar: