Jumat, 19 Desember 2014

Serpihan Awur-awuran Filosofi Gunung dan Belantara


”In the name of solidarity I give you my philosophy of the mountain. The mountain is soul of love. Soul of destroy. And soul of the earth. So you have to know about philosophy of mountain and forest if you want success to climb them.

I don’t know why you hobby climbing. Make your body heart. Make your life different. And make your lovely gone. I don’t care!“

#1 Pada mulanya gunung dan belantara adalah tempat pembuangan jin dan tempat tinggal para raksasa. Namun manusia kuno mulai melihat bahwa gunung dan belantara memiliki nilai magis, sarana peningkatan spiritualitas diri dan tempat pengujian kompetensi.

#2 Umumnya manusia kuno pergi ke gunung untuk menenangkan diri, mencari petunjuk atau menjadi pertapa. Karena ketinggiannya sehingga secara fisik lebih dekat dengan langit (tempat petunjuk) maka banyak nasehat dan wangsit yang dapat diperoleh dari gunung dan belantara.

#3 Banyaklah dibangun padepokan, pesanggrahan, tempat penyembahan, dan tempat perenungan. Namun tidak sedikit dibangun tempat pelarian.

#4 Kini, jaman sudah berubah. Wangsit dan petunjuk bisa diperoleh di dataran rendah. Semenjak Candi, Kuil, Vihara, Masjid dan Gereja di bangun maka orang tidak perlu lagi ke gunung dan belantara untuk mencari ilham.

#5 Dan sekali lagi kini benar-benar berubah. Gunung dan belantara adalah tempat petualangan. Tempat untuk memperkaya khasanah keilmuan dan kanuragan. Tempat dijadikan penyegaran diri dari hiruk-pikuk keramaian duniawi.

#6 Sejak tahun 1972 (silahkan dikoreksi bila keliru), sejak organisasi (pelembagaan) pecinta alam muncul maka sah lah petualangan gunung dan belantara menjadi terlembaga.

#7 Dulu mungkin orang akan melihat aneh seorang yang mendaki. Mungkin untuk mencari pesugihan. Dulu juga yang ke gunung adalah masyarakat di sekitar gunung yang lusuh atau orang-orang tua yang berjanggut. Tetapi sekarang anak-anak muda dengan tampilan trendi juga ribuan ke gunung di setiap tahunnya.

#8 Apa ini sebuah kemajuan?

#9 Mendaki gunung dan merambah belantara merupakan aktivitas nenek moyang orang Indonesia dan dunia tentunya. Masyarakat Tengger bahkan telah menetap dan hidup di gunung. Tetapi kemajuan apa yang telah di raih orang-orang gunung? Bukankah kerajaan-kerajaan atau Negara-negara selalu mencapai puncaknya ketika maritim (laut) berjaya dengan kegiatan dagangnya. Atau jika tidak di laut maka di sungai besar.

#10 Kesemuanya jauh dari gunung. Makanya agak mengherankan jika gunung kini menjadi kiblat. Tetapi tidak mengherankan juga karena gunung bukan tempat kemajuan duniawi. Gunung adalah tempat menempah ruhani. Kekayaan hati. Sensitifitas sosial.
#11 Itu yang tidak ditemukan dalam aktivitas perdagangan di pantai dan sungai besar.

Tidak ada komentar: